Connect with us

CakrawalaTekno

Meta AI Disalahgunakan Militer China, Picu Kekhawatiran Eskalasi Ketegangan Global

Published

on

Rifinet.com, Jakarta– Kabar mengejutkan datang dari dunia teknologi dan militer. Sebuah laporan terbaru mengungkap bahwa lembaga penelitian di China diam-diam telah memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) milik Meta, raksasa teknologi Amerika Serikat, untuk pengembangan peralatan militer. Tindakan ini sontak memicu kekhawatiran akan potensi eskalasi ketegangan global dan perlombaan senjata berbasis AI, menambah bara dalam dinamika geopolitik yang sudah panas.

Lembaga penelitian yang identitasnya masih dirahasiakan tersebut dikabarkan menggunakan model LLaMA, sebuah model bahasa besar (Large Language Model/LLM) tercanggih milik Meta. LLaMA, dengan kemampuan pemrosesan data dalam skala masif dan pemahaman bahasa alami yang kompleks berkat kisaran parameter antara 7 miliar hingga 65 miliar, menjadikannya alat yang sangat berharga dalam berbagai aplikasi, termasuk di bidang militer.

Sunny Cheung, seorang peneliti di Jamestown Foundation, sebuah lembaga riset yang berbasis di Washington D.C., menyuarakan keprihatinannya. “Ini pertama kalinya ada bukti substansial bahwa pakar militer Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) di Tiongkok telah secara sistematis meneliti dan mencoba memanfaatkan kekuatan LLM sumber terbuka, khususnya Meta, untuk keperluan militer,” ujarnya kepada Reuters.

Sebelumnya, peneliti di China juga telah terdeteksi menggunakan LLaMA 13B untuk mengumpulkan dan memproses data intelijen. Pemanfaatan LLaMA dalam konteks militer ini menimbulkan pertanyaan serius tentang etika dan potensi penyalahgunaan teknologi AI, khususnya dalam pengembangan senjata otonom dan sistem pengawasan yang canggih. Bayangan perang yang dikendalikan oleh mesin, bukan manusia, kini bukan lagi sekadar fiksi ilmiah.

Meta, sebagai pemilik teknologi, tidak tinggal diam. Mereka dengan tegas menyatakan bahwa penggunaan LLaMA untuk keperluan militer merupakan pelanggaran berat terhadap kebijakan mereka. “Setiap penggunaan model kami oleh Tentara Pembebasan Rakyat adalah tidak sah dan bertentangan dengan kebijakan penggunaan yang dapat diterima,” tegas Molly Montgomery, direktur kebijakan publik Meta.

Advertisement

Meta tidak hanya sekedar mengeluarkan pernyataan. Mereka telah memberlakukan pembatasan ketat pada penggunaan LLaMA, melarangnya untuk industri atau aplikasi militer, peperangan, nuklir, spionase, dan kegiatan lain yang tunduk pada kontrol ekspor pertahanan AS. Meta juga melarang keras penggunaan AI-nya untuk pengembangan senjata dan konten yang menghasut atau mempromosikan kekerasan.

Lebih jauh lagi, Meta telah mengambil langkah-langkah proaktif untuk mencegah penyalahgunaan LLaMA. Mereka telah menerapkan sistem pemantauan yang canggih untuk mendeteksi aktivitas yang mencurigakan dan telah membentuk tim khusus untuk menyelidiki potensi pelanggaran. Meta juga aktif bekerja sama dengan pemerintah dan organisasi internasional untuk mengembangkan kerangka kerja etika dan regulasi yang komprehensif untuk penggunaan AI.

Namun, kekhawatiran tetap menghantui. Pemanfaatan AI dalam militer menimbulkan berbagai potensi bahaya yang signifikan. AI dapat digunakan untuk mengembangkan senjata otonom yang mampu memilih dan menyerang target tanpa intervensi manusia. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya kendali manusia dan potensi terjadinya kesalahan fatal yang dapat mengakibatkan korban jiwa yang tidak berdosa.

Selain itu, AI juga dapat meningkatkan akurasi dan efisiensi serangan militer, meningkatkan risiko eskalasi konflik dan jumlah korban jiwa. Pemanfaatan AI dalam propaganda dan disinformasi juga dapat memperdalam perpecahan dan memicu ketidakstabilan politik, mengancam tatanan sosial dan demokrasi.

Kasus penyalahgunaan LLaMA ini menjadi alarm yang menyadarkan kita akan urgensi untuk menetapkan regulasi dan kerangka etika yang jelas dalam pengembangan dan penerapan AI, terutama dalam konteks militer. Regulasi ini harus mencakup pembatasan yang ketat pada penggunaan AI dalam pengembangan senjata otonom dan sistem pengawasan, serta mekanisme akuntabilitas yang kuat untuk memastikan bahwa AI digunakan secara bertanggung jawab.

Advertisement

Kerja sama internasional juga sangat diperlukan untuk mencegah perlombaan senjata berbasis AI dan memastikan bahwa teknologi AI digunakan untuk kepentingan kemanusiaan. Forum multilateral, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, harus memainkan peran kunci dalam memfasilitasi dialog dan kerja sama antar negara untuk mengembangkan norma dan standar global untuk penggunaan AI yang bertanggung jawab.

Insiden ini juga berpotensi memperburuk hubungan yang sudah tegang antara AS dan China. AS telah menunjukkan keprihatinan yang mendalam terhadap kemajuan teknologi militer China dan potensi ancamannya terhadap keamanan nasional AS dan sekutunya. Penyalahgunaan LLaMA oleh militer China dapat memperkuat persepsi AS tentang China sebagai ancaman strategis, meningkatkan risiko konfrontasi dan konflik.

Sayangnya, hingga saat ini, pemerintah China belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan penyalahgunaan LLaMA oleh lembaga penelitian militernya. Kurangnya transparansi dari pihak China menimbulkan kekhawatiran akan kurangnya komitmen China terhadap penggunaan AI yang bertanggung jawab dan memperkuat kecurigaan akan niat China untuk mengembangkan kemampuan militer berbasis AI yang dapat mengganggu keseimbangan kekuatan regional dan global.

Pemanfaatan AI dalam militer merupakan perkembangan yang mengkhawatirkan. Kasus penyalahgunaan LLaMA ini mengingatkan kita akan pentingnya regulasi, kepentingan perdamaian dan kemanusiaan, bukan untuk destruksi dan peperangan.

Diperlukan kebijaksanaan dan tanggung jawab dari semua pihak, baik pemerintah, industri, maupun masyarakat sipil, untuk mengarahkan perkembangan AI ke arah yang positif dan mencegah penyalahgunaan yang dapat mengancam masa depan umat manusia. Hanya dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa AI menjadi kekuatan untuk kebaikan, bukan alat kehancuran. (nova/fine)

Advertisement