Connect with us

JagoCuan

Jangan Panik Dulu! Data LPS Ungkap Fakta Sebenarnya Soal “Makan Tabungan”

Published

on

Rifinet.com, Jakarta– Fenomena “makan tabungan” menjadi momok yang menghantui perekonomian Indonesia. Narasi yang berkembang menyebutkan bahwa kelas menengah, yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian, mulai tergerus daya belinya sehingga terpaksa menggunakan tabungan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, benarkah kondisi sesuram yang digambarkan?

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan mengungkap data terbaru terkait pertumbuhan simpanan masyarakat. Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menepis kekhawatiran akan fenomena “makan tabungan” yang masif di kalangan kelas menengah. “Kekhawatiran bahwa kelas menengah akan menghadapi krisis tampaknya tidak terbukti seburuk yang dikabarkan,” ujar Purbaya dalam keterangannya, Rabu (9/10/2024).

LPS mengklasifikasikan simpanan masyarakat di bawah Rp100 juta ke dalam beberapa kategori. Data LPS per Agustus 2024 menunjukkan bahwa pertumbuhan simpanan di seluruh kategori tersebut positif.

Pertumbuhan simpanan mencapai 5,92% untuk kategori Rp1 juta-Rp5 juta, 6,16% untuk Rp5 juta-Rp10 juta, 5,28% untuk Rp10 juta-Rp25 juta, 5,73% untuk Rp25 juta-Rp50 juta, dan 5,19% untuk Rp50 juta-Rp100 juta. “Meski ini belum final, namun kita akan terus memantau. Dari data yang ada, kekhawatiran bahwa kelas menengah akan menghadapi krisis tampaknya tidak terbukti seburuk yang dikabarkan,” ujar Purbaya.

Namun, pertumbuhan simpanan di bawah Rp1 juta mengalami perlambatan, hanya tumbuh 0,72% secara tahunan (year-on-year/yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat dengan pendapatan terbatas masih mengalami kesulitan dalam menabung.

Advertisement

Purbaya menyampaikan, “Dari golongan itu yang paling rendah [tumbuhnya] di bawah 1 juta, yaitu 0,72%, mungkin terendah dalam tahun 2024 ini. Tapi, ini mungkin dari pertamanya enggak punya duit atau mungkin dengan bantuan langsung tunai [BLT] belum dikeluarin kali BLT-nya.”

Secara umum, berdasarkan data Distribusi Simpanan yang dirilis LPS, nominal tabungan masyarakat di bawah Rp100 juta tumbuh paling mini sepanjang tahun berjalan (year-to-date/ytd) dibanding kelompok simpanan lainnya, yaitu hanya 0,8%.

Nominal simpanan di bawah Rp100 juta mencapai Rp1.061,42 triliun atau setara dengan 12,2% dari total simpanan Rp8.698,53 triliun. Secara tahunan, simpanan naik 5,3% yoy, sementara secara bulanan (month-on-month/mom), angka ini naik tipis dari bulan sebelumnya yang tumbuh 0,3%.  

Di sisi lain, simpanan nasabah tajir alias yang kerap didominasi oleh korporasi, dengan simpanan di atas Rp5 miliar, masih menjadi simpanan dengan nominal terbesar, yakni mencapai Rp4.630,51 triliun atau 53,2% dari total simpanan yang ada. Simpanan di atas Rp5 miliar ini tumbuh 2,1% secara ytd, 9,1% yoy, dan mengalami penyusutan sebesar 0,9% mom.

Pertumbuhan simpanan yang positif di sebagian besar kategori mengindikasikan bahwa kelas menengah masih mampu mempertahankan bahkan meningkatkan tabungan mereka. Angka pertumbuhan di atas 5% di sebagian besar kategori mengindikasikan kondisi yang relatif sehat.

Advertisement

Beberapa faktor mendukung tren positif ini. Pertama, momentum pemulihan ekonomi Indonesia yang positif di tahun 2024. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,23% (yoy) pada triwulan II-2024. Kedua, inflasi yang terkendali.

Bank Indonesia (BI) mencatat inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2024 sebesar 2,28% (yoy), masih berada dalam kisaran sasaran BI sebesar 3,0% ± 1%. Ketiga, stabilitas politik dan keamanan pasca Pemilu 2024 menciptakan sentimen positif di pasar. Hal ini mendorong kepercayaan investor dan konsumen, yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat.

Faktor pendukung lainnya adalah program pemerintah yang pro-rakyat, seperti bantuan sosial dan subsidi, yang membantu menjaga daya beli masyarakat, terutama di kalangan menengah ke bawah.

Selain itu, peningkatan literasi keuangan di masyarakat membuat mereka lebih bijak dalam mengelola keuangan, termasuk dalam hal menabung. Strategi perbankan dalam menawarkan produk-produk simpanan yang menarik juga turut berkontribusi dalam meningkatkan jumlah simpanan masyarakat.

Namun, ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan. Kondisi ekonomi global yang masih tidak menentu dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan pada akhirnya berdampak pada daya beli masyarakat.

Advertisement

Data LPS baru mencakup simpanan di perbankan dan belum memperhitungkan instrumen investasi lain seperti saham, obligasi, atau reksa dana. Kesenjangan pertumbuhan simpanan antar kategori menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan ekonomi antar kelompok masyarakat.

Berdasarkan data dan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa isu “makan tabungan” di kalangan kelas menengah Indonesia tidak seburuk yang dikhawatirkan. Pertumbuhan simpanan yang positif menunjukkan bahwa kelas menengah masih mampu mempertahankan daya belinya.

Meskipun demikian, pemerintah dan stakeholder terkait perlu terus memantau perkembangan dan mengambil langkah-langkah antisipatif untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah perlu terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, dengan fokus pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Bank Indonesia perlu menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang sehat.

LPS perlu terus memantau perkembangan simpanan masyarakat dan memberikan informasi yang akurat dan transparan kepada publik. Masyarakat perlu meningkatkan literasi keuangan dan bijak dalam mengelola keuangan, termasuk dalam hal menabung dan berinvestasi.

Advertisement

Dengan upaya bersama dari semua pihak, diharapkan kelas menengah Indonesia dapat terus berkembang dan menjadi motor penggerak perekonomian nasional. (alief/syam)