RuangMaya
Khawatir Akan Keamanan Data, Kanada Usir Tiktok, Kantor Ditutup
Rifinet.com, Jakarta– Kekhawatiran akan keamanan data pengguna kembali menghantui raksasa media sosial asal Tiongkok, TikTok. Pemerintah Kanada secara resmi menutup kantor TikTok di negara tersebut pada Kamis, 7 November 2024, dengan alasan potensi ancaman terhadap keamanan nasional. Keputusan ini memantik reaksi keras dari TikTok dan menambah panjang daftar negara yang membatasi operasi platform video pendek yang sangat populer tersebut.
Meskipun belum memberikan penjelasan detail mengenai jenis ancaman yang dimaksud, pemerintah Kanada menyiratkan kekhawatirannya terhadap potensi penyalahgunaan data pengguna TikTok oleh pemerintah Tiongkok. Kekhawatiran ini sejalan dengan langkah serupa yang telah diambil oleh sejumlah negara Barat lainnya, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang juga telah memberlakukan berbagai pembatasan terhadap TikTok.
Menteri Inovasi, Sains, dan Industri Kanada, François-Philippe Champagne, menegaskan bahwa penutupan kantor TikTok tidak akan menghalangi akses masyarakat Kanada terhadap platform tersebut. “Keputusan untuk menggunakan aplikasi atau platform media sosial adalah pilihan pribadi,” ujarnya dalam sebuah pernyataan resmi. “Masyarakat Kanada masih dapat mengunduh, menggunakan, dan membuat konten di TikTok.”
Namun, di balik pernyataan tersebut, tersimpan kekhawatiran mendalam mengenai potensi penyalahgunaan data pengguna. TikTok, yang dimiliki oleh ByteDance Ltd., sebuah perusahaan teknologi yang berbasis di Beijing, telah berulang kali membantah tuduhan bahwa data pengguna dapat diakses oleh pemerintah Tiongkok. Namun, keberadaan undang-undang keamanan nasional di Tiongkok yang mewajibkan perusahaan untuk bekerja sama dengan pemerintah, telah memicu kekhawatiran di berbagai negara.
Penutupan kantor TikTok di Kanada berdampak langsung pada ratusan karyawan lokal yang kehilangan pekerjaan. “Menutup kantor TikTok di Kanada dan menghancurkan ratusan pekerjaan lokal yang bergaji tinggi bukanlah kepentingan terbaik siapapun,” ungkap juru bicara TikTok. Perusahaan juga menyatakan rencana untuk mengajukan banding atas keputusan pemerintah Kanada tersebut.
Di Kanada sendiri, TikTok memiliki basis pengguna yang sangat besar. Data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 15 juta penduduk Kanada, atau sekitar 41% dari total populasi, merupakan pengguna aktif platform ini. Pengguna muda, khususnya mereka yang berusia 18-24 tahun, menjadi demografis dominan di TikTok Kanada.
Penutupan kantor ini bukanlah langkah pertama yang diambil Kanada dalam membatasi operasi TikTok. Pada Februari 2023, Kanada telah melarang penggunaan TikTok pada perangkat pemerintah, mengikuti jejak Amerika Serikat dan Uni Eropa. Kanada juga menunda peluncuran sejumlah fitur baru TikTok, termasuk TikTok Shop, platform e-commerce yang seharusnya hadir pada akhir 2023, dan program Creator Rewards, yang memberikan kompensasi bagi kreator konten.
Langkah Kanada ini mencerminkan meningkatnya kewaspadaan global terhadap potensi risiko keamanan yang ditimbulkan oleh platform media sosial, khususnya yang berasal dari Tiongkok. Australia, misalnya, tengah menggodok aturan yang melarang penggunaan media sosial bagi anak di bawah usia 16 tahun. India telah memblokir TikTok secara permanen sejak tahun 2020.
Para ahli keamanan siber telah lama menyuarakan keprihatinan mereka terhadap potensi penyalahgunaan data pengguna TikTok. Meskipun TikTok menyimpan data pengguna di server yang berlokasi di luar Tiongkok, tetap ada kemungkinan akses oleh pemerintah Tiongkok melalui berbagai cara, termasuk melalui undang-undang keamanan nasional dan permintaan data secara formal.
Selain itu, algoritma TikTok yang sangat efektif dalam menyajikan konten yang relevan bagi pengguna, juga menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Algoritma tersebut dapat digunakan untuk mempengaruhi opini publik, menyebarkan disinformasi, bahkan melakukan spionase. Kekhawatiran ini semakin meningkat seiring dengan popularitas TikTok yang terus meroket, khususnya di kalangan generasi muda.
Di tengah badai kontroversi ini, masa depan TikTok di kancah global menjadi tidak pasti. Keputusan Kanada untuk menutup kantor TikTok merupakan pukulan telak bagi ambisi global perusahaan. TikTok kini dihadapkan pada tantangan untuk meyakinkan pemerintah di berbagai negara bahwa platform mereka aman dan tidak menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional.
Beberapa langkah yang telah diambil oleh TikTok untuk mengatasi kekhawatiran ini antara lain adalah dengan menyimpan data pengguna di server yang berlokasi di luar Tiongkok, mendirikan pusat transparansi di berbagai negara, dan bekerja sama dengan pemerintah dan lembaga keamanan siber. Namun, upaya ini tampaknya belum cukup untuk meredam kekhawatiran yang ada.
Kasus TikTok ini menunjukkan kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh perusahaan teknologi global di era digital. Di satu sisi, mereka harus berinovasi dan berkembang untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Di sisi lain, mereka juga harus mematuhi peraturan dan regulasi yang berlaku di setiap negara tempat mereka beroperasi. Keseimbangan antara inovasi dan regulasi menjadi kunci bagi keberlanjutan bisnis di era digital.
Hanya waktu yang akan menjawab apakah TikTok akan berhasil mengatasi tantangan ini dan mempertahankan posisinya sebagai salah satu platform media sosial terpopuler di dunia. Namun, satu hal yang pasti: kasus TikTok ini telah membuka mata dunia akan pentingnya keamanan data dan perlunya regulasi yang ketat terhadap platform media sosial. (nova/fine)