FinTech
Investree Kolaps, CEO Kabur ke Luar Negeri, OJK Serukan Tindakan Tegas
Rifinet.com, Jakarta– Dunia fintech Indonesia diguncang oleh kabar mengejutkan mengenai kolapsnya PT Investree Radika Jaya (Investree), salah satu platform pinjaman online (pinjol) yang cukup populer. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mencabut izin usaha Investree pada Senin, 21 Oktober 2024, setelah mendalami dugaan fraud dan menghadapi kenyataan bahwa CEO Investree, Adrian Gunadi, telah melarikan diri ke luar negeri.
Kabar mengenai buruknya kinerja Investree sebenarnya telah beredar di kalangan pelaku industri fintech. Laporan keuangan terakhir Investree per 31 Desember 2022 menunjukkan total ekuitas Rp48,81 miliar, liabilitas sebesar Rp101,21 miliar, dan aset sebesar Rp148,03 miliar. Tingkat kredit macet (TWP90) Investree mencapai 16,44%, angka yang mencengangkan dan jauh di atas rata-rata industri. Hal ini tentu saja memicu pertanyaan besar tentang bagaimana Investree bisa beroperasi dengan kinerja yang begitu buruk.
OJK tidak tinggal diam dan langsung mengambil langkah tegas. Adrian Gunadi dikenakan sanksi maksimal berupa larangan menjadi Pihak Utama dan/atau Pemegang Saham di Lembaga Jasa Keuangan. Rekening perbankan miliknya dan pihak-pihak terkait juga telah diblokir. OJK bersama Aparat Penegak Hukum (APH) akan memproses hukum Adrian Gunadi atas dugaan tindak pidana di sektor jasa keuangan.
“OJK telah melakukan Penilaian Kembali Pihak Utama (PKPU) kepada Adrian Asharyanto Gunadi dengan hasil Tidak Lulus dan dikenakan sanksi maksimal berupa larangan menjadi Pihak Utama dan/atau menjadi Pemegang Saham di Lembaga Jasa Keuangan. Hasil PKPU tersebut tidak menghapuskan tanggung jawab dan dugaan Tindak Pidana yang bersangkutan atas tindakan pengurusan Investree,” demikian pernyataan resmi OJK.
OJK berkomitmen mengembalikan Adrian Gunadi ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. “Mengupayakan untuk mengembalikan Sdr. Adrian Asharyanto Gunadi ke dalam negeri sesuai ketentuan perundang-undangan bekerja sama dengan Aparat Penegak Hukum,” tegas OJK.
Tidak hanya memblokir rekening, OJK juga menelusuri aset Adrian Gunadi dan pihak-pihak lain di Lembaga Jasa Keuangan untuk diblokir. OJK akan mengambil langkah-langkah lanjutan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam permasalahan dan kegagalan Investree.
Kolapsnya Investree dan kaburnya sang CEO memicu kekhawatiran di industri fintech. Kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang tata kelola perusahaan dan pengawasan OJK terhadap platform pinjol. Pengamat ekonomi menyoroti pentingnya transparansi dan kepatuhan dalam industri fintech.
Mereka mendesak OJK untuk memperkuat pengawasan dan penegakan hukum agar kasus serupa tidak terulang. Investree didirikan pada tahun 2015 oleh Adrian Gunadi, Dickie Widjaja, dan Co-Founder lainnya. Platform ini menghubungkan UKM yang membutuhkan pinjaman dengan investor yang ingin mendapatkan keuntungan. Investree sempat menjadi salah satu platform pinjol terkemuka di Indonesia dengan pertumbuhan yang pesat.
Namun, di balik pertumbuhannya yang impresif, Investree diduga menyembunyikan masalah internal. Dugaan fraud dan buruknya tata kelola perusahaan akhirnya menyeret Investree ke dalam krisis. Kasus Investree mengungkap tantangan yang dihadapi OJK dalam mengawasi industri fintech yang berkembang pesat.
Jumlah platform fintech yang terus bertambah membutuhkan pengawasan yang lebih ketat dan efektif. OJK perlu meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya dalam mengawasi platform fintech. Pemanfaatan teknologi dan inovasi dalam pengawasan juga perlu diperkuat. Selain itu, koordinasi dengan APH perlu ditingkatkan untuk menindak pelaku kejahatan di sektor fintech.
Kasus Investree juga menunjukkan pentingnya literasi keuangan bagi masyarakat. Masyarakat perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup sebelum menggunakan layanan platform fintech.
Masyarakat perlu memahami risiko yang terkait dengan investasi di platform pinjol. Mereka juga perlu berhati-hati dalam memilih platform pinjol dan memastikan bahwa platform tersebut terdaftar dan diawasi oleh OJK. Perlindungan konsumen menjadi salah satu fokus utama OJK dalam mengawasi industri fintech. OJK telah menerbitkan berbagai regulasi untuk melindungi hak-hak konsumen platform fintech.
Namun, kasus Investree menunjukkan bahwa perlindungan konsumen masih menjadi permasalahan di industri fintech. OJK perlu memperkuat penegakan hukum dan menjatuhkan sanksi yang tegas kepada platform fintech yang melanggar aturan.
Meskipun diguncang oleh kasus Investree, industri fintech di Indonesia diprediksi akan terus berkembang. Potensi pertumbuhan industri fintech masih sangat besar mengingat tingkat penetrasi internet dan smartphone yang semakin tinggi.
Namun, industri fintech perlu belajar dari kasus Investree. Tata kelola perusahaan yang baik, transparansi, dan kepatuhan terhadap regulasi merupakan faktor krusial untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan menjamin kelangsungan bisnis.
OJK sebagai regulator memiliki peran penting dalam mengawasi dan menegakkan hukum di sektor fintech. OJK perlu terus berinovasi dan beradaptasi dengan perkembangan industri fintech untuk memastikan bahwa industri ini berkembang secara sehat dan berkelanjutan. (alief/fine)