PerisaiDigital
UU PDP Diharapkan Tekan Kebocoran Data di Indonesia
Rifinet.com, Jakarta– Indonesia tengah bersiap menghadapi babak baru dalam perlindungan data pribadi dengan akan berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) pada Oktober 2024. UU ini diharapkan menjadi angin segar di tengah maraknya kasus kebocoran data yang meresahkan masyarakat.
Statistik Pelanggaran Data Global Surfshark (2004-2024) menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-13 secara global dalam hal kebocoran data, bahkan menduduki posisi tertinggi di Asia Tenggara. Kasus terbaru yang melibatkan peretas Bjorka, yang memperjualbelikan data nomor pokok wajib pajak (NPWP) sejumlah tokoh penting, semakin menegaskan kerentanan data pribadi di Indonesia.
UU PDP hadir dengan sejumlah ketentuan yang diharapkan dapat memperkuat perlindungan data pribadi. Salah satunya adalah sanksi tegas bagi pihak yang melanggar ketentuan, termasuk ancaman pidana penjara hingga 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar. Selain itu, UU ini juga mengatur pembentukan lembaga penyelenggara PDP yang akan bertugas mengawasi dan menindaklanjuti kasus-kasus pelanggaran data pribadi.
Pengamat ekonomi digital, Nailul Huda, menyambut baik kehadiran UU PDP. Ia menilai UU ini dapat mendorong perusahaan untuk lebih serius dalam menjaga data pengguna. Huda juga menekankan pentingnya percepatan aturan turunan dari UU PDP serta pembentukan Badan Pengawas PDP yang independen. Aturan turunan diperlukan untuk memberikan perlindungan data yang lebih komprehensif, sementara Badan Pengawas akan memiliki kekuatan hukum untuk menindaklanjuti kasus kebocoran data dan memberikan perlindungan bagi masyarakat.
Namun, implementasi UU PDP tidaklah mudah. Selain percepatan aturan turunan dan pembentukan Badan Pengawas, tantangan lain yang harus dihadapi adalah sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat serta peningkatan kapasitas keamanan siber di berbagai sektor. Masyarakat perlu memahami hak-hak mereka terkait data pribadi dan bagaimana cara melindungi data mereka. Sementara itu, perusahaan dan lembaga pemerintah harus meningkatkan sistem keamanan siber mereka untuk mencegah terjadinya kebocoran data.
Selain kasus Bjorka, sejumlah kasus kebocoran data lainnya juga pernah terjadi di Indonesia. Pada tahun 2021, data pribadi 279 juta penduduk Indonesia diduga bocor dan diperjualbelikan di forum gelap. Pada tahun yang sama, data pribadi 1,3 juta pengguna layanan eHAC juga dilaporkan bocor. Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa perlindungan data pribadi di Indonesia masih sangat rentan.
UU PDP diharapkan dapat menjadi titik balik dalam memperkuat perlindungan data pribadi di Indonesia. Dengan sanksi tegas, aturan turunan yang komprehensif, serta keberadaan Badan Pengawas yang independen, diharapkan kasus kebocoran data dapat ditekan dan kepercayaan masyarakat terhadap keamanan data pribadi dapat dipulihkan.
Namun, keberhasilan UU PDP tidak hanya bergantung pada pemerintah. Masyarakat juga harus berperan aktif dalam melindungi data pribadi mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan tidak sembarangan memberikan data pribadi kepada pihak lain, menggunakan kata sandi yang kuat, dan selalu memperbarui perangkat lunak keamanan.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha, diharapkan UU PDP dapat menjadi instrumen yang efektif dalam menciptakan ekosistem digital yang aman dan terpercaya di Indonesia.
Selain itu, penting untuk dicatat bahwa UU PDP juga sejalan dengan tren global dalam perlindungan data pribadi. Sejumlah negara telah memiliki undang-undang serupa, seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa dan California Consumer Privacy Act (CCPA) di Amerika Serikat. Dengan adanya UU PDP, Indonesia diharapkan dapat sejajar dengan negara-negara lain dalam hal perlindungan data pribadi.
Diharapkan pula bahwa UU PDP dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian digital Indonesia. Dengan adanya perlindungan data pribadi yang lebih kuat, masyarakat akan lebih percaya diri dalam bertransaksi online dan menggunakan layanan digital lainnya. Hal ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi digital dan meningkatkan daya saing Indonesia di era digital.
Dalam jangka panjang, UU PDP diharapkan dapat menciptakan budaya perlindungan data pribadi yang kuat di Indonesia. Masyarakat akan lebih sadar akan pentingnya menjaga data pribadi mereka, sementara perusahaan dan lembaga pemerintah akan lebih bertanggung jawab dalam mengelola data pribadi yang mereka miliki.
Meskipun tantangan implementasi UU PDP tidaklah mudah, namun dengan komitmen dan kolaborasi dari semua pihak, diharapkan UU ini dapat menjadi tonggak penting dalam mewujudkan perlindungan data pribadi yang lebih baik di Indonesia. (nova/fine)