PerisaiDigital
Telegram Jadi Sarang Kejahatan Siber di Asia Tenggara, PBB Ungkap Perputaran Uang Rp46 Miliar Per Hari

Rifinet.com, Jakarta– Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membunyikan alarm bahaya atas maraknya aktivitas jaringan kriminal di Asia Tenggara yang memanfaatkan platform Telegram untuk melancarkan aksinya. Laporan terbaru dari Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengungkap bahwa Telegram telah menjadi surga bagi para penjahat siber, memfasilitasi berbagai kejahatan mulai dari peretasan data hingga pencucian uang dengan perputaran uang mencapai Rp46 miliar per hari.
Laporan tersebut memaparkan modus operandi para pelaku kejahatan yang semakin canggih. Mereka meretas data pribadi pengguna, termasuk detail kartu kredit, password, dan riwayat browser, kemudian menjualnya di platform Telegram yang minim moderasi. “Kami memindahkan 3 juta USDT (Rp 46 miliar) yang dicuri dari luar negeri per hari,” demikian kutipan laporan UNODC yang dilansir Reuters, Selasa (8/10/2024).
Para penjahat siber ini menggunakan berbagai alat untuk melancarkan aksinya, di antaranya perangkat lunak deepfake dan malware pencuri data. Deepfake digunakan untuk membuat konten palsu yang tampak nyata, sementara malware disebarkan untuk mencuri data pribadi pengguna. Hasil kejahatan kemudian dicuci melalui bursa kripto untuk mengaburkan jejak. UNODC mengidentifikasi lebih dari 10 penyedia layanan software deepfakeyang berasal dari kelompok kriminal siber di Asia Tenggara. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini telah menjadi pusat operasi kejahatan siber yang terorganisir.
Minimnya moderasi dan tingkat enkripsi pesan yang tinggi ditengarai menjadi faktor utama Telegram disalahgunakan oleh para penjahat siber. Benedikt Hofmann, Wakil Perwakilan UNODC, menyebut Telegram sebagai “tempat yang mudah dijelajahi para penjahat.” Ia juga menambahkan bahwa “Untuk konsumen, artinya data mereka berisiko lebih tinggi untuk digunakan dalam penipuan atau aktivitas kriminal lain dari sebelumnya.”
Fenomena ini bukanlah hal baru. Telegram telah lama dikenal sebagai platform yang rawan disalahgunakan untuk kejahatan siber di berbagai belahan dunia. Di Korea Selatan, Telegram menjadi sorotan karena maraknya kejahatan seks online, termasuk penyebaran pornografi deepfake. Sementara di India, peretas menggunakan chatbot di Telegram untuk membocorkan data perusahaan asuransi Star Health.
Menanggapi temuan ini, PBB menyerukan peningkatan kewaspadaan dan kerjasama internasional untuk memberantas kejahatan siber di Telegram. UNODC terus menargetkan kelompok kejahatan di Asia Tenggara dan mendesak Telegram untuk meningkatkan moderasi konten dan keamanan platform.
Para pengguna Telegram juga perlu meningkatkan kewaspadaan dan mengambil langkah-langkah pencegahan untuk melindungi diri dari kejahatan siber. Waspadalah terhadap tautan dan file yang mencurigakan, dan jangan pernah klik tautan atau unduh file dari sumber yang tidak dikenal. Gunakan password yang kuat dan unik untuk akun Telegram Anda dan aktifkan juga fitur autentikasi dua faktor untuk keamanan ekstra.
Batasi informasi pribadi yang Anda bagikan di Telegram dan hindari membagikan informasi sensitif seperti alamat rumah, nomor telepon, atau detail keuangan. Laporkan akun atau grup yang mencurigakan ke Telegram. Anda dapat membantu Telegram dalam memberantas kejahatan siber dengan melaporkan aktivitas yang mencurigakan. Terakhir, perbarui aplikasi Telegram Anda secara teratur karena pembaruan aplikasi sering kali mencakup perbaikan keamanan yang penting.
Pemberantasan kejahatan siber di Telegram merupakan tanggung jawab bersama. PBB, pemerintah, platform media sosial, dan pengguna harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman. Dengan meningkatkan kewaspadaan dan mengambil langkah-langkah pencegahan, kita dapat melindungi diri dari ancaman kejahatan siber dan menikmati manfaat teknologi dengan lebih aman.
