RaksasaBisnis
Starlink Langgar UU Dengan Menaikkan Tarif Hingga 97%, Terancam Kena Sanksi

Rifinet.com, Jakarta– Komisi Komunikasi Nigeria (NCC) bersiap menjatuhkan sanksi kepada Starlink, perusahaan internet satelit milik Elon Musk, karena menaikkan tarif langganan secara sepihak hingga 97% tanpa persetujuan regulator. Kenaikan drastis ini dinilai melanggar Undang-Undang Komunikasi Nigeria tahun 2003, khususnya pasal 108 dan 111 yang mengatur tentang penetapan tarif dan kewajiban memperoleh persetujuan dari NCC sebelum melakukan perubahan harga.
Reuben Mouka, Direktur Urusan Publik NCC, menegaskan bahwa tindakan Starlink melanggar aturan yang berlaku. NCC berencana memulai tindakan pra-penegakan hukum terhadap Starlink pada 3 Oktober 2024.
Polemik ini bermula ketika Starlink menaikkan biaya langganan bulanannya dari 38.000 Naira (sekitar Rp 1,2 juta) menjadi 75.000 Naira (sekitar Rp 2,4 juta). Tidak hanya itu, harga paket perangkat keras Starlink juga ikut melonjak 34%, dari 440.000 Naira (sekitar Rp 14 juta) menjadi 590.000 Naira (sekitar Rp 19 juta).
Starlink berdalih bahwa inflasi tinggi yang melanda Nigeria menjadi alasan utama di balik kenaikan harga tersebut. Namun, justifikasi ini tidak diterima oleh NCC. Regulator menilai Starlink telah melanggar aturan dengan tidak mengajukan persetujuan terlebih dahulu sebelum menaikkan tarif.
Kenaikan harga yang tiba-tiba ini membuat operator telekomunikasi di Nigeria meradang. Asosiasi Operator Telekomunikasi Berlisensi Nigeria (Alton) dan Asosiasi Perusahaan Telekomunikasi Nigeria (ATCON) menuntut NCC untuk meninjau ulang kebijakan tarif Starlink dan menyoroti ketidakadilan yang terjadi.
Operator telekomunikasi lokal harus menunggu 11 tahun untuk menaikkan tarif, sementara Starlink dengan mudah menaikkan harga sesuka hati. Hal ini memicu kecemburuan di kalangan operator telekomunikasi lokal yang merasa diperlakukan tidak adil oleh regulator.
“Kami menyimpulkan operator tersebut tidak mencari persetujuan regulasi yang tepat. Upaya yang dilakukan NCC selama ini terkait keberlanjutan industri akan bertentangan dengan semua diskusi yang telah terjadi selama ini,” tegas Ketua Alton, Gbenga Adebayo.
Di Indonesia, fenomena kenaikan tarif Starlink juga terjadi. Perusahaan ini kerap menaikkan dan menurunkan tarif secara tiba-tiba. Menanggapi hal ini, regulator di Indonesia, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), menyebut fluktuasi tarif tersebut hanyalah strategi promo untuk menarik pelanggan.
Namun, beberapa pengamat telekomunikasi meminta Kominfo untuk lebih cermat memantau kebijakan tarif Starlink karena dikhawatirkan akan berdampak pada industri telekomunikasi di Indonesia.
Kebijakan tarif Starlink yang dinamis dan terkesan sepihak ini memunculkan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran. Di satu sisi, Starlink sebagai pendatang baru dengan teknologi canggih memiliki daya saing yang tinggi dibandingkan operator telekomunikasi konvensional.
Namun, di sisi lain, kebijakan tarif yang tidak stabil dan terkesan mengabaikan regulasi dapat menimbulkan distorsi pasar dan merugikan operator telekomunikasi lokal.
Beberapa dampak yang mungkin timbul akibat kebijakan tarif Starlink antara lain: persaingan usaha yang tidak sehat, merugikan konsumen dalam jangka panjang, dan menghambat pertumbuhan industri telekomunikasi lokal.
Starlink dengan kemampuan finansial yang kuat dapat melakukan predatory pricingdengan menetapkan tarif rendah untuk menyingkirkan pesaing. Meskipun awalnya konsumen diuntungkan dengan tarif rendah, namun jika Starlink berhasil memonopoli pasar, mereka dapat menaikkan tarif sesuka hati di kemudian hari. Operator telekomunikasi lokal akan kesulitan bersaing dengan Starlink jika regulator tidak memberikan perlindungan yang memadai.
Untuk mencegah dampak negatif yang lebih luas, diperlukan regulasi yang tegas dan adil dari pemerintah. Regulator harus memastikan bahwa semua operator telekomunikasi, termasuk Starlink, mematuhi aturan yang berlaku dan tidak melakukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat.
Pemerintah juga perlu mendorong pertumbuhan industri telekomunikasi lokal agar mampu bersaing secara sehat dengan pemain global seperti Starlink.
Kasus Starlink di Nigeria menjadi peringatan bagi regulator di berbagai negara, termasuk Indonesia, untuk lebih cermat dalam mengawasi kebijakan tarif operator telekomunikasi, terutama pemain global yang memiliki kekuatan finansial yang besar.
Regulasi yang tegas dan adil diperlukan untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan melindungi kepentingan konsumen serta industri telekomunikasi nasional.
Selain isu tarif, perlu diperhatikan pula aspek lain seperti kualitas layanan, cakupan area, dan keamanan data. Pemerintah harus memastikan bahwa Starlink memberikan layanan yang berkualitas dan memenuhi standar keamanan yang berlaku di Indonesia.
Kehadiran Starlink di Indonesia memiliki potensi besar untuk meningkatkan akses internet di daerah terpencil dan meningkatkan kualitas layanan internet secara keseluruhan. Namun, pemerintah harus bersikap tegas dan adil dalam mengawasi operasional Starlink agar kehadirannya memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat dan industri telekomunikasi Indonesia. (nova/fine)
