CakrawalaTekno
Starlink Elon Musk Ajukan Orbit Lebih Rendah ke FCC, Incar Kecepatan Gigabit
Rifinet.com, Jakarta– Bayangkan mengakses internet dengan kecepatan gigabit per detik, di mana pun Anda berada, bahkan di pelosok desa yang terpencil. Visi inilah yang ingin diwujudkan SpaceX, perusahaan eksplorasi luar angkasa milik Elon Musk, melalui layanan internet satelit Starlink. Untuk mencapai ambisi tersebut, SpaceX telah mengajukan permohonan kepada Komisi Komunikasi Federal (FCC) Amerika Serikat untuk mengizinkan penurunan orbit satelit Starlink.
Starlink, yang diluncurkan pada tahun 2019, telah menjadi pionir dalam menyediakan akses internet broadband di daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh infrastruktur internet konvensional. Dengan konstelasi ribuan satelit yang mengorbit Bumi, Starlink telah menjangkau jutaan pengguna di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Namun, SpaceX tidak berpuas diri dan terus berinovasi untuk meningkatkan kualitas dan jangkauan layanan Starlink.
Salah satu langkah strategis yang diambil adalah mengajukan penurunan orbit satelit ke FCC. Saat ini, satelit Starlink beroperasi pada orbit sekitar 550 kilometer di atas permukaan Bumi. SpaceX mengusulkan penurunan ketinggian orbit sekitar 8,5 persen, menjadi sekitar 475 kilometer.
Dengan orbit yang lebih rendah, jarak antara satelit dan pengguna di Bumi akan semakin dekat, memungkinkan transfer data yang lebih cepat dan mendorong kecepatan internet Starlink ke level gigabit per detik (Gbps). Kecepatan ini jauh melampaui kecepatan rata-rata Starlink saat ini yang berada di kisaran ratusan megabit per detik.
Tak hanya kecepatan yang akan meningkat, latensi, atau waktu tunda dalam transmisi data, juga akan berkurang secara signifikan. Latensi rendah sangat penting untuk aplikasi yang membutuhkan respons real-time, seperti video conference, gaming online, dan layanan berbasis cloud. Dengan demikian, pengguna Starlink dapat menikmati pengalaman internet yang lebih lancar dan responsif.
Penurunan orbit juga akan mengurangi potensi tabrakan satelit Starlink dengan satelit lain yang beroperasi di orbit Bumi. Seiring dengan meningkatnya jumlah satelit yang diluncurkan ke luar angkasa, risiko tabrakan antar satelit juga semakin meningkat. Orbit yang lebih rendah akan meningkatkan keamanan dan keandalan layanan Starlink.
Selain itu, satelit Starlink dirancang untuk masuk kembali ke atmosfer Bumi dan terbakar habis pada akhir masa operasinya. Dengan orbit yang lebih rendah, proses ini akan terjadi lebih cepat, mengurangi jumlah sampah antariksa yang mengorbit Bumi dan meminimalkan risiko terjadinya tabrakan dengan satelit atau objek lain di luar angkasa.
Penurunan orbit juga akan memudahkan SpaceX dalam meluncurkan satelit Starlink generasi berikutnya. Hal ini memungkinkan perluasan jangkauan layanan dan peningkatan kapasitas jaringan secara lebih efisien. SpaceX berencana untuk meluncurkan ribuan satelit Starlink lagi dalam beberapa tahun mendatang untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat.
Meskipun pengajuan SpaceX menawarkan sejumlah keuntungan, persetujuan dari FCC bukanlah hal yang mudah. FCC akan melakukan evaluasi menyeluruh dan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk operator satelit lainnya. Salah satu tantangan utama yang dihadapi SpaceX adalah meyakinkan FCC bahwa perubahan orbit tidak akan mengganggu spektrum frekuensi yang digunakan oleh operator satelit lain.
Gangguan spektrum dapat menyebabkan interferensi sinyal dan menurunkan kualitas layanan bagi pengguna. SpaceX harus menyajikan data dan analisis yang kuat untuk membuktikan bahwa perubahan orbit tidak akan menimbulkan interferensi yang merugikan.
FCC juga akan menilai dampak lingkungan dari penurunan orbit satelit. Meskipun SpaceX mengklaim orbit yang lebih rendah akan mempercepat pembakaran satelit di atmosfer, FCC perlu memastikan bahwa proses ini tidak menimbulkan polusi atau dampak negatif lainnya terhadap lingkungan. SpaceX harus menyiapkan studi dampak lingkungan yang komprehensif untuk menjawab keprihatinan FCC.
Starlink telah menjadi game-changer dalam dunia internet. Layanan ini telah membawa akses internet broadband ke daerah-daerah terpencil dan minim infrastruktur, yang sebelumnya terisolasi dari dunia digital. Dengan ambisi untuk mencapai kecepatan gigabit dan latensi yang lebih rendah, Starlink berpotensi untuk merevolusi akses internet secara global dan menjembatani kesenjangan digital.
Layanan internet berkecepatan tinggi dan latensi rendah akan membuka peluang baru di berbagai sektor, termasuk pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Di Indonesia, Starlink telah mendapatkan izin operasi dan diharapkan dapat menjangkau wilayah-wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) yang selama ini kesulitan mendapatkan akses internet yang memadai. Kehadiran Starlink di Indonesia diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas pendidikan, dan memperluas akses informasi bagi masyarakat di daerah terpencil.
Namun, persaingan dengan operator lain, seperti OneWeb dan Amazon Kuiper Project, diprediksi akan semakin intensif di masa mendatang. Operator-operator ini juga berlomba-lomba untuk meluncurkan konstelasi satelit mereka sendiri dan menawarkan layanan internet satelit dengan kecepatan tinggi dan latensi rendah.
Keputusan FCC atas pengajuan SpaceX akan menjadi penentu bagi masa depan Starlink. Jika disetujui, perubahan orbit akan memungkinkan SpaceX untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan kualitas layanan secara signifikan. Hal ini akan memperkuat posisi Starlink sebagai pemimpin pasar dalam industri internet satelit.
Namun, jika FCC menolak permohonan tersebut, SpaceX harus mencari alternatif lain untuk mencapai target kecepatan gigabit. Proses ini dapat memakan waktu dan menunda rencana SpaceX untuk merevolusi akses internet global.
Ambisi SpaceX untuk meningkatkan kecepatan Starlink ke level gigabit merupakan langkah ambisius yang berpotensi mengubah lanskap internet global. Pengajuan penurunan orbit satelit ke FCC menunjukkan komitmen SpaceX untuk terus berinovasi dan menyediakan layanan internet yang lebih baik bagi para pengguna. Kita nantikan keputusan FCC dan dampaknya terhadap masa depan Starlink dan akses internet global. (nova/fine)