CakrawalaTekno
Satelit Intelsat 33e Hancur, Ancam Separuh Bumi dan Picu Krisis Sampah Antariksa
Rifinet.com, Jakarta– Langit di atas kita semakin sesak, bukan dengan bintang-bintang, melainkan dengan puing-puing hasil ambisi manusia menaklukkan luar angkasa. Sebuah satelit komunikasi raksasa, Intelsat 33e, baru saja hancur di orbit geostasioner sekitar 35.000 km di atas Samudra Hindia.
Peristiwa ini tidak hanya mengganggu layanan komunikasi bagi jutaan pengguna di Eropa, Afrika Tengah, Timur Tengah, Asia, dan Australia, tetapi juga menambah jumlah sampah antariksa yang mengancam keselamatan objek lain di orbit Bumi, termasuk Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) dan berbagai satelit vital lainnya.
Intelsat 33e, yang dibangun oleh Boeing dan diluncurkan pada Agustus 2016, bertugas menyediakan layanan komunikasi broadband. Satelit ini merupakan bagian dari konstelasi satelit EpicNG yang dirancang untuk memberikan konektivitas internet berkecepatan tinggi dan layanan komunikasi lainnya.
Namun, pada 20 Oktober 2024, satelit tersebut mengalami kehilangan daya secara tiba-tiba, menandai awal dari insiden yang menggemparkan dunia keantariksaan. Beberapa jam kemudian, US Space Forces-Space, bagian dari Angkatan Luar Angkasa Amerika Serikat yang bertanggung jawab atas pemantauan objek luar angkasa, mengonfirmasi bahwa Intelsat 33e telah pecah menjadi setidaknya 20 bagian yang dapat terlacak.
Pecahan-pecahan ini, yang berukuran bervariasi dari beberapa sentimeter hingga beberapa meter, kini bergerak dengan kecepatan ribuan kilometer per jam, mengancam objek-objek lain di orbit. Bayangkan saja, sebuah baut kecil yang melesat dengan kecepatan itu dapat menghancurkan sebuah satelit atau bahkan menembus modul ISS, membahayakan nyawa para astronot di dalamnya.
Penyebab pasti kehancuran Intelsat 33e masih menjadi teka-teki yang menunggu untuk dipecahkan. Intelsat, selaku operator satelit, bekerjasama dengan Boeing dan berbagai lembaga antariksa lainnya, seperti NASA dan ESA, untuk menganalisis data dan observasi yang dikumpulkan.
Mereka mencari petunjuk di antara data telemetri satelit, citra dari teleskop di Bumi, dan informasi lainnya untuk mengungkap misteri di balik kehancuran satelit tersebut. Apakah ini akibat kegagalan sistem pada satelit itu sendiri? Ataukah karena tabrakan dengan objek lain yang berseliweran di orbit? Atau mungkin akibat aktivitas matahari yang meningkat? Semua kemungkinan ini sedang dipertimbangkan dengan cermat.
Intelsat 33e sendiri memiliki riwayat masalah sejak awal peluncurannya. Pada tahun 2017, satelit ini mengalami keterlambatan mencapai orbit yang diinginkan akibat masalah pada sistem propulsinya. Masalah ini juga memaksa satelit untuk membakar lebih banyak bahan bakar, sehingga memperpendek masa operasinya.
Intelsat bahkan mengajukan klaim asuransi sebesar USD78 juta akibat masalah ini. Ironisnya, pada saat hancur, satelit tersebut dilaporkan tidak diasuransikan. Selain itu, satelit Intelsat lain dengan model yang sama, EpicNG 702 MP, juga pernah mengalami kegagalan pada tahun 2019. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang reliabilitas desain dan manufaktur satelit tersebut. Apakah ada cacat desain yang menyebabkan satelit-satelit ini rentan terhadap kegagalan?
Orbit geostasioner, yang berada pada ketinggian sekitar 36.000 km di atas permukaan Bumi, merupakan orbit yang sangat padat. Ribuan satelit, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak berfungsi, berada di orbit ini. Dengan semakin banyaknya satelit yang diluncurkan ke luar angkasa, risiko tabrakan pun semakin meningkat. Meskipun jarang terjadi, tabrakan antara satelit atau dengan puing-puing luar angkasa dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan dan menghasilkan lebih banyak sampah antariksa.
Aktivitas matahari juga dapat menjadi ancaman bagi satelit. Badai matahari melepaskan semburan energi dan partikel bermuatan yang dapat mengganggu operasi satelit, merusak panel surya, dan bahkan menyebabkan kegagalan total. Meskipun belum ada konfirmasi adanya badai matahari yang signifikan pada saat kehancuran Intelsat 33e, kemungkinan ini tetap tidak dapat diabaikan.
Kehancuran Intelsat 33e menambah keprihatinan atas meningkatnya jumlah sampah antariksa di orbit Bumi. Badan Antariksa Eropa (ESA) memperkirakan ada lebih dari 40.000 objek berukuran lebih besar dari 10 cm di orbit, dan lebih dari 130 juta objek berukuran lebih kecil dari 1 cm.
Total massa benda antariksa buatan manusia di orbit Bumi mencapai sekitar 13.000 ton, setara dengan massa 90 paus biru jantan dewasa. Sampah antariksa ini bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi, mencapai ribuan kilometer per jam. Bahkan pecahan kecil seukuran kelereng pun dapat menyebabkan kerusakan signifikan jika menabrak satelit atau pesawat luar angkasa lainnya.
Meningkatnya jumlah sampah antariksa menimbulkan ancaman serius bagi misi luar angkasa di masa depan. Tabrakan dengan puing-puing luar angkasa dapat merusak atau bahkan menghancurkan satelit, mengancam astronot di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), dan mengganggu operasi pesawat luar angkasa lainnya.
Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama dari seluruh negara dan aktor di bidang luar angkasa untuk mengatasi masalah ini dan menciptakan lingkungan luar angkasa yang berkelanjutan.
Berbagai upaya sedang dilakukan untuk mengatasi masalah sampah antariksa. Upaya-upaya ini melibatkan pengembangan teknologi untuk memantau dan melacak objek-objek di luar angkasa, mendesain pesawat luar angkasa yang lebih aman dan berkelanjutan, serta menghilangkan puing-puing yang sudah ada.
Beberapa proyek yang sedang dikembangkan antara lain RemoveDEBRIS, sebuah proyek yang didanai oleh Uni Eropa yang telah berhasil mendemonstrasikan beberapa teknologi penangkapan puing, seperti jaring dan harpun. Bayangkan sebuah jaring raksasa yang dilemparkan ke luar angkasa untuk menangkap puing-puing yang berbahaya, atau sebuah harpun yang menancap pada satelit yang sudah mati untuk menariknya kembali ke atmosfer Bumi.
Ada juga ELSA-d, misi yang dikembangkan oleh Astroscale, sebuah perusahaan swasta yang berfokus pada penanganan sampah antariksa. ELSA-d bertujuan untuk mendemonstrasikan teknologi penangkapan satelit yang sudah tidak berfungsi menggunakan magnet. Seperti dua kutub magnet yang saling menarik, ELSA-d akan menangkap satelit mati dan mengendalikannya, baik untuk diarahkan kembali ke atmosfer atau dipindahkan ke orbit yang lebih aman.
Selain itu, ada ClearSpace-1, misi yang dikembangkan oleh ClearSpace SA, sebuah perusahaan rintisan di Swiss. ClearSpace-1 akan menjadi misi pertama yang menghilangkan puing luar angkasa dari orbit. Misi ini dijadwalkan untuk diluncurkan pada tahun 2026 dan akan menargetkan Vespa, bagian atas roket Vega yang diluncurkan pada tahun 2013. ClearSpace-1 akan menangkap Vespa dengan menggunakan empat lengan robotik dan kemudian menariknya kembali ke atmosfer Bumi untuk dibakar.
Upaya-upaya ini menunjukkan keseriusan dunia dalam mengatasi masalah sampah antariksa. Namun, tantangannya masih besar. Diperlukan kerjasama internasional yang lebih kuat dan investasi yang lebih besar untuk mengembangkan dan menerapkan teknologi yang efektif dalam mengurangi dan menghilangkan sampah antariksa.
Konvensi Tanggung Jawab Internasional atas Kerusakan yang Disebabkan oleh Objek Luar Angkasa tahun 1972 menetapkan bahwa negara yang meluncurkan benda ke luar angkasa bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkannya. Namun, dalam praktiknya, akuntabilitas sering kali sulit diterapkan.
Siapa yang bertanggung jawab atas kehancuran Intelsat 33e dan puing-puing yang dihasilkannya? Apakah Boeing, selaku pembuat satelit? Atau Intelsat, selaku operator? Atau mungkin Amerika Serikat, sebagai negara asal perusahaan tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini masih menunggu jawaban yang jelas.
Kehancuran satelit Intelsat 33e menjadi pengingat akan pentingnya mengelola sampah antariksa dan menjamin keamanan operasi di luar angkasa. Diperlukan upaya bersama dari seluruh negara dan aktor di bidang luar angkasa untuk mengatasi masalah ini dan menciptakan lingkungan luar angkasa yang berkelanjutan. Masa depan eksplorasi luar angkasa bergantung pada kemampuan kita untuk menjaga langit di atas kita tetap bersih dan aman. (nova/fine)