PerisaiDigital
Ribuan Data Kantor Staf Presiden Diduga Bocor ke Dark Web

Rifinet.com, Jakarta – Kantor Staf Presiden (KSP) kembali menjadi sorotan setelah dugaan kebocoran data yang melibatkan ribuan informasi staf beredar di dark web. Informasi ini pertama kali diungkap oleh akun X @stealthemole_int pada Sabtu (26/10/2024) dini hari. Akun tersebut mengklaim bahwa seorang peretas telah membocorkan lebih dari 3.000 data dan informasi milik KSP, termasuk informasi yang dikategorikan sensitif.
Dugaan kebocoran data ini menambah panjang daftar insiden serupa yang menimpa berbagai instansi pemerintah di Indonesia. Sebelumnya, publik dihebohkan dengan serangan siber ransomwareLockBit 3.0 yang melumpuhkan server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) pada Juni 2024. Serangan ini mengakibatkan gangguan pada sejumlah layanan publik, termasuk sistem imigrasi di beberapa bandara.
Tak berhenti di situ, Badan Kepegawaian Negara (BKN) juga diduga mengalami kebocoran data pada Agustus 2024, dengan 4,7 juta data Aparatur Sipil Negara (ASN) diduga beredar luas. Sebulan berselang, giliran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yang dilaporkan kehilangan 6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Data tersebut bahkan diperjualbelikan di BreachForums, sebuah forum onlineyang kerap membahas aktivitas peretasan.
Menanggapi isu ini, Tenaga Ahli Utama KSP, Ali Mochtar Ngabalin, dengan tegas membantah adanya kebocoran data. “Tidak benar itu. Data KSP aman dan terkendali,” ujarnya kepada wartawan, Sabtu (26/10/2024).
Ngabalin menjelaskan bahwa KSP memiliki sistem keamanan siber yang kuat dan terus diperbarui untuk mencegah serangan siber. Ia juga menegaskan bahwa KSP telah berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk melakukan investigasi lebih lanjut terkait dugaan kebocoran data ini.
Meskipun KSP membantah adanya kebocoran data, insiden ini kembali mengingatkan akan pentingnya penguatan sistem keamanan siber di Indonesia, terutama bagi instansi pemerintah yang menyimpan data sensitif. Pengamat keamanan siber, Alfons Tanujaya, menyatakan bahwa pemerintah perlu meningkatkan investasi di bidang keamanan siber dan memperkuat kerjasama dengan berbagai pihak untuk mencegah dan menangani serangan siber.
“Pemerintah perlu memiliki strategi keamanan siber yang komprehensif, termasuk peningkatan infrastruktur, peningkatan kemampuan sumber daya manusia, dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan siber,” ujar Alfons.
Kebocoran data dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi individu maupun instansi yang terkena. Bagi individu, kebocoran data pribadi dapat menyebabkan pencurian identitas, penipuan online, dan berbagai bentuk kejahatan siber lainnya. Sementara itu, bagi instansi, kebocoran data dapat merusak reputasi, menimbulkan kerugian finansial, dan mengganggu operasional.
Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keamanan siber dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang diperlukan untuk melindungi data pribadi dan data sensitif lainnya.
Menggunakan password yang kuat dan unik untuk setiap akun, mengaktifkan autentikasi dua faktor (two-factor authentication) jika tersedia, berhati-hati saat mengklik link atau mengunggah file dari sumber yang tidak dikenal, memperbarui perangkat lunak secara teratur dengan patch keamanan terbaru, menghindari penggunaan Wi-Fi publik untuk mengakses data sensitif, dan melakukan backup data secara teratur adalah beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan.
Dengan meningkatkan kesadaran dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat, kita dapat meminimalkan risiko kebocoran data dan melindungi diri dari berbagai ancaman siber. (nova/fine)
