CakrawalaTekno
Radiasi Starlink Terlalu Tinggi, Ganggu Pengamatan Ilmuan Astronomi
Rifinet.com, Jakarta– Di tengah gegap gempita kemajuan teknologi, sebuah ironi mengusik para pengamat langit. Starlink, konstelasi satelit ambisius Elon Musk yang digadang-gadang sebagai solusi internet global, justru menjadi duri dalam daging bagi para astronom. Radiasi elektromagnetik yang dipancarkan satelit-satelit ini, terutama generasi terbaru (V2), dilaporkan 32 kali lebih kuat dari pendahulunya, mengganggu pengamatan teleskop radio dan mengancam eksistensi penelitian astronomi.
Institut Astronomi Radio Belanda (ASTRON) menjadi salah satu korban dari gangguan ini. Teleskop radio mereka, yang berfungsi menangkap sinyal-sinyal lemah dari objek langit jauh, terganggu oleh radiasi elektromagnetik yang dipancarkan satelit Starlink. Jessica Dempsey, pemimpin ASTRON, dengan nada khawatir mengungkapkan, “Satelit ini akan menjadi ancaman eksistensial bagi jenis astronomi yang kami lakukan.”
Bukan hanya ASTRON, banyak astronom di seluruh dunia juga menyuarakan keprihatinan serupa. Radiasi yang dipancarkan Starlink mengganggu kemampuan teleskop radio untuk mengamati objek-objek langit seperti galaksi jauh, lubang hitam, pulsar, dan fenomena kosmik lainnya. Gangguan ini berpotensi menghambat penemuan-penemuan baru dan pemahaman kita tentang alam semesta.
Starlink, proyek ambisius Elon Musk, bertujuan menyediakan akses internet broadband berkecepatan tinggi ke seluruh pelosok dunia. Sejak diluncurkan pada tahun 2019, lebih dari 7.000 satelit Starlink telah mengorbit Bumi, dengan 6.400 di antaranya masih aktif. Namun, SpaceX, perusahaan di balik Starlink, memiliki rencana yang lebih besar lagi: meluncurkan total 42.000 satelit dalam konstelasi mega Starlink.
Rencana ini memicu kekhawatiran serius di kalangan astronom. International Astronomical Union (IAU) telah membentuk Pusat Perlindungan Langit Gelap dan Tenang dari Interferensi Konstelasi Satelit untuk mengatasi masalah ini. Mereka menyoroti bahwa selain radiasi elektromagnetik, pantulan cahaya dari satelit Starlink juga mengganggu pengamatan astronomi, terutama pada panjang gelombang optik dan inframerah.
Bahkan, badan antariksa Amerika Serikat (NASA) juga mengungkapkan kekhawatirannya. Dalam sebuah surat kepada Komisi Komunikasi Federal, NASA menyatakan, “NASA memiliki kekhawatiran dengan potensi peningkatan yang signifikan dalam frekuensi konjungsi dan kemungkinan dampak pada misi luar angkasa manusia dan sains NASA.”
Kekhawatiran ini didasari oleh fakta bahwa semakin banyak satelit di orbit Bumi, semakin tinggi pula risiko terjadinya tabrakan atau konjungsi. Tabrakan tersebut dapat menghasilkan puing-puing luar angkasa yang berbahaya, mengancam keselamatan astronot dan satelit lainnya. Sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Nature Astronomy pada tahun 2022 memperkirakan bahwa dalam skenario terburuk, jumlah tabrakan satelit dapat meningkat hingga 10 kali lipat dalam beberapa dekade mendatang akibat konstelasi satelit besar seperti Starlink.
Ahli astrofisika Harvard-Smithsonian, Jonathan McDowell, juga mengingatkan perlunya kehati-hatian dalam mengembangkan konstelasi satelit sebesar Starlink. “Saya pikir kita perlu sedikit lebih banyak pengalaman dengan beberapa ribu satelit yang beroperasi sebelum kami dapat meningkatkan hingga puluhan ribu,” ujarnya.
SpaceX bukannya tidak menyadari masalah ini. Mereka telah mencoba berbagai cara untuk mengurangi dampak radiasi dan pantulan cahaya dari satelit Starlink. Misalnya, mereka telah menerapkan lapisan anti-reflektif pada satelit generasi terbaru dan mengembangkan perangkat lunak untuk menghindari teleskop. Namun, upaya-upaya tersebut belum sepenuhnya berhasil mengatasi masalah.
Tantangan lain adalah minimnya regulasi yang mengatur radiasi dan pantulan cahaya dari satelit. Saat ini, regulasi lebih fokus pada perangkat elektronik di darat, sementara aturan untuk satelit masih terbatas. Hal ini menyulitkan upaya untuk mengendalikan dampak konstelasi satelit seperti Starlink terhadap astronomi.
Masa depan astronomi berada di persimpangan jalan. Perkembangan teknologi seperti Starlink memang menawarkan manfaat besar bagi umat manusia, terutama dalam hal akses internet. Namun, kemajuan tersebut tidak boleh mengorbankan penelitian astronomi, yang penting untuk memahami alam semesta dan tempat kita di dalamnya.
Diperlukan kolaborasi antara perusahaan teknologi, badan antariksa, astronom, dan pembuat kebijakan untuk mencari solusi yang seimbang. Inovasi teknologi harus berjalan seiring dengan upaya melindungi langit malam dan memastikan masa depan cerah bagi penelitian astronomi.
Pertanyaan-pertanyaan besar masih menggantung: Akankah SpaceX berhasil mengatasi masalah radiasi dan pantulan cahaya dari satelit Starlink? Bagaimana regulasi internasional akan berkembang untuk mengatur konstelasi satelit besar? Apakah astronom akan menemukan cara baru untuk melakukan penelitian di tengah gangguan yang semakin meningkat?
Masa depan astronomi, dan mungkin juga masa depan pemahaman kita tentang alam semesta, bergantung pada jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini. Kita semua memiliki peran untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi tidak mengorbankan keindahan dan misteri langit malam. (nova/fine)