RaksasaBisnis
Premi Asuransi Kesehatan Melonjak, Inflasi Medis Jadi Biang Keladi
Rifinet.com, Jakarta – Kenaikan premi asuransikesehatan tahun ini mencapai angka yang mengkhawatirkan, melonjak hingga 30% atau tiga kali lipat dari biasanya. Kondisi ini menjadi sorotan tajam di industri asuransi, terutama setelah tahun lalu perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan premi murah untuk menarik pelanggan.
Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, mengungkapkan bahwa “perang harga” tahun lalu berdampak signifikan pada tahun ini. Tingginya inflasi biaya medis memaksa perusahaan asuransi menaikkan premi secara drastis.
“Kenaikan rata-rata premi asuransi kesehatan di asuransi umum mencapai 20%-30% tahun ini,” ujar Budi.
Meskipun perolehan premi meningkat, jumlah pemegang polis tidak bertambah signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan pendapatan premi lebih disebabkan oleh kenaikan tarif daripada peningkatan jumlah pelanggan.
Data AAUI menunjukkan perolehan premi asuransi kesehatan di asuransi umum pada semester pertama 2024 mencapai Rp4,81 triliun, tumbuh 16,88% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Inflasi Medis vs Daya Beli Masyarakat
Kenaikan premi asuransi kesehatan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk inflasi medis, harga obat, dan biaya rumah sakit. Namun, daya beli masyarakat yang melemah menjadi tantangan besar dalam menentukan tarif premi.
Riset Mercer Marsh Benefits (MMB) Health Trends 2024 memproyeksikan inflasi medis Indonesia tahun ini tetap tinggi di kisaran 13%, jauh di atas inflasi umum yang tercatat 2,13% pada Juli 2024.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui tingginya inflasi medis menjadi pemicu utama kenaikan premi. OJK saat ini sedang menyusun regulasi produk asuransi kesehatan untuk menjaga kesehatan industri dan melindungi masyarakat dari lonjakan premi yang signifikan.
Mencari Solusi di Tengah Tantangan
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), Abitani Taim, mendorong perusahaan asuransi mencari cara mengantisipasi inflasi medis agar tidak berdampak besar pada kenaikan premi.
“Perusahaan harus lebih efisien dan mengoptimalkan teknologi dalam operasionalnya,” kata Abitani.
Di sisi lain, perusahaan asuransi juga harus mempertimbangkan daya beli masyarakat yang sedang turun dengan menawarkan produk-produk asuransi kesehatan yang sesuai kebutuhan.
PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) juga menerapkan kenaikan tarif premi sebesar 39% untuk produk asuransi kesehatan yang sudah ada sebelum 2024.
“Kenaikan premi ini merupakan respons terhadap tingginya inflasi kesehatan dan angka klaim asuransi kesehatan,” jelas Karin Zulkarnaen, Chief Customer and Marketing Officer Prudential Indonesia.
Kenaikan premi asuransi kesehatan menjadi tantangan besar bagi masyarakat dan industri asuransi. Diharapkan regulasi baru dari OJK dan upaya efisiensi dari perusahaan asuransi dapat membantu menjaga keseimbangan antara kesehatan industri dan kemampuan masyarakat dalam mendapatkan perlindungan kesehatan yang memadai. (alief/fine)