E-Commerce
Perang Diskon E-commerce jadi Ancaman Deflasi dan Dilema Pedagang di Tiongkok

Rifinet.com – Perang diskon yang berkecamuk di ranah e-commerceTiongkok telah menjadi pedang bermata dua bagi perekonomian negara tersebut. Di satu sisi, konsumen dimanjakan dengan harga miring dan beragam pilihan produk. Namun di sisi lain, perang harga ini telah memicu deflasi yang berkepanjangan, mengancam stabilitas ekonomi, dan menjerat para pedagang dalam pusaran persaingan yang ketat.
Pinduoduo, raksasa e-commerce yang dikenal dengan strategi harga agresifnya, menjadi sorotan utama dalam fenomena ini. Dengan basis pengguna yang mencapai 884,9 juta pada kuartal II 2024, Pinduoduo memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk lanskap e-commercedi Tiongkok. Platform ini aktif mendorong para penjual untuk terus memangkas harga, bahkan mengirimkan notifikasi jika ada penjual lain yang menawarkan harga lebih rendah. Strategi ini membuat banyak pedagang, terutama pedagang kecil, merasa tertekan dan kesulitan untuk memperoleh keuntungan.
“Platform terus-menerus memperingatkan saya untuk menurunkan harga,” keluh Lin Yunyun, seorang penjual popok di Pinduoduo. “Jika saya terus menurunkan harga, saya tidak akan mendapatkan keuntungan.” Kisah Lin Yunyun hanyalah satu dari sekian banyak cerita yang menggambarkan betapa ketatnya persaingan dan tekanan yang dihadapi oleh para pedagang di platform e-commerceseperti Pinduoduo.
Fenomena perang harga ini diperparah oleh kondisi ekonomi Tiongkok yang sedang lesu. Data dari Biro Statistik Nasional Tiongkok menunjukkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) Tiongkok pada bulan Agustus 2024 mengalami deflasi sebesar 0,3% (year-on-year), menandai deflasi pertama sejak Februari 2021. Deflasi ini dipicu oleh melemahnya permintaan domestik, penurunan harga komoditas global, dan lesunya pasar properti. Krisis properti yang berkepanjangan telah mengurangi daya beli masyarakat dan menciptakan efek domino pada sektor lainnya.
Perang harga di e-commerce semakin memperburuk situasi deflasi. Dengan semakin banyaknya konsumen yang berbelanja online, penurunan harga yang dilakukan oleh Pinduoduo dan platform lainnya berkontribusi pada penurunan harga secara keseluruhan. Hal ini menciptakan lingkaran setan di mana konsumen menunda pembelian dengan harapan harga akan terus turun, sementara produsen terpaksa memangkas harga untuk menarik pembeli, yang pada akhirnya menekan keuntungan dan menghambat investasi.
Di sisi lain, para pedagang di platform e-commerceterjebak dalam dilema. Mereka harus menurunkan harga agar tetap kompetitif, tetapi di sisi lain, penurunan harga yang terus-menerus dapat menggerus keuntungan bahkan mengakibatkan kerugian. Banyak pedagang yang mengeluhkan kebijakan Pinduoduo yang dianggap tidak adil, seperti “sistem pelacakan harga otomatis” yang dapat menurunkan harga produk secara otomatis jika terdeteksi produk serupa dengan harga lebih murah. Selain itu, kebijakan pengembalian barang yang longgar juga dianggap merugikan pedagang karena pembeli dapat meminta pengembalian uang tanpa harus mengembalikan barang.
Pemerintah Tiongkok telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi deflasi dan mengatur persaingan di pasar e-commerce. Beberapa langkah tersebut antara lain pemotongan suku bunga, stimulus fiskal, dan penerapan aturan yang melarang platform online memberlakukan “pembatasan yang tidak masuk akal” pada harga, aturan transaksi, dan lalu lintas pedagang. Namun, efektivitas kebijakan-kebijakan ini masih dipertanyakan.
Untuk keluar dari jerat deflasi dan menciptakan ekosistem e-commerce yang sehat, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Platform e-commerce perlu lebih memperhatikan kepentingan pedagang kecil, misalnya dengan memberikan insentif dan dukungan untuk meningkatkan daya saing. Pedagang kecil perlu meningkatkan daya saing dengan menawarkan produk yang berkualitas dan inovatif, serta memanfaatkan teknologi digital untuk memperluas jangkauan pasar. Pemerintah perlu terus memantau dan mengatur persaingan di pasar e-commerce, serta memberikan dukungan kepada pedagang kecil melalui program pelatihan dan pemberdayaan.
Pada akhirnya, perang diskon e-commerce di Tiongkok merupakan cerminan dari tantangan yang dihadapi oleh negara tersebut dalam menjaga stabilitas ekonomi di era digital. Dibutuhkan kebijakan yang komprehensif dan upaya bersama dari semua pihak untuk menciptakan ekosistem e-commerce yang sehat, adil, dan berkelanjutan, sehingga e-commerce dapat memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan kesejahteraan masyarakat. (nova/fine)
