RaksasaBisnis
Pendapatan Bisnis Induk TikTok Turun Karena Sepi Iklan
Rifinet.com, Jakarta– Kejayaan ByteDance, induk perusahaan platform video pendek TikTok dan Douyin, tampaknya mulai redup. Raksasa teknologi yang bermarkas di Beijing ini tengah berjuang menghadapi perlambatan pertumbuhan, ditandai dengan penurunan signifikan pendapatan iklan di pasar domestik China.
Fenomena ini menggetarkan industri teknologi global, mengingat ByteDance selama ini dikenal sebagai salah satu perusahaan dengan ekspansi paling agresif dan inovatif. Kesuksesan TikTok menembus pasar internasional, dikombinasikan dengan dominasi Douyin di China, telah mengantarkan ByteDance pada posisi yang sangat kuat di kancah persaingan platform digital. Namun, data terbaru mengungkapkan realitas yang berbeda.
Laporan dari LatePost menyebutkan bahwa pertumbuhan pendapatan iklan ByteDance di China mengalami penurunan tajam, dari kisaran 40% per kuartal menjadi di bawah 17% dalam tiga kuartal pertama tahun 2024. Target pendapatan untuk dua kuartal terakhir tahun ini pun dilaporkan tidak tercapai. Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang keberlanjutan model bisnis ByteDance dan strategi mereka dalam menghadapi tantangan pasar yang semakin dinamis.
Penurunan pendapatan iklan ByteDance merupakan indikasi dari beberapa faktor krusial yang saling berkaitan. Melemahnya pertumbuhan ekonomi China dan lesunya sektor e-commerce turut memberikan dampak negatif. Sebagian besar pendapatan iklan ByteDance, lebih dari 50%, berasal dari para pedagang yang memanfaatkan platform mereka, seperti Douyin dan TikTok, untuk menjual produk secara online.
Ketika daya beli masyarakat menurun dan aktivitas belanja online melambat, anggaran iklan yang dialokasikan oleh para pedagang pun ikut terpangkas. Di sisi lain, strategi ByteDance dalam mengembangkan live streaming e-commerce belum menghasilkan hasil yang seoptimal ekspektasi.
Meskipun Douyin telah berhasil mempopulerkan tren belanja melalui live streaming, data menunjukkan perlambatan pertumbuhan. Laju pertumbuhan penjualan yang sempat mencapai 60% year-on-year(yoy) pada awal tahun 2024 kini merosot menjadi kurang dari 20% yoy pada September 2024.
Persaingan harga yang sangat ketat di pasar e-commerce China menjadi kendala tersendiri. Strategi banting harga yang diadopsi oleh banyak pemain justru menciptakan tekanan pada margin keuntungan. Ditambah lagi, ByteDance harus membagi pendapatan dengan para host live streaming, sementara harga produk sulit ditekan. Akibatnya, kemampuan monetisasi layanan live streamingmasih terbatas.
Hingga pertengahan tahun 2024, pendapatan iklan dari live streaming e-commerce hanya menyumbang kurang dari 5% dari total pendapatan ByteDance. Tidak hanya itu, persaingan yang semakin intensif dari para kompetitor juga turut mempengaruhi kinerja ByteDance. Platform-platform e-commercedan media sosial lain di China terus berinovasi dan meningkatkan layanan, menghasilkan persaingan yang semakin ketat dalam memperebutkan pangsa pasar dan pengguna.
Meituan, platform pemesanan makanan dan layanan on-demand terkemuka, menjadi salah satu kompetitor yang paling agresif. Meituan meluncurkan mode live streaming baru dengan menambahkan komponen komisi dan penawaran penjualan kepada para pedagang. Model ini dipandang sebagai ancaman serius bagi dominasi ByteDance di ranah live streaming e-commerce.
Raksasa e-commerce lain seperti Alibaba dengan Taobao Live dan JD.com dengan JD Live juga terus memperkuat platform live streaming mereka. Berbagai inovasi dan promosi menarik digencarkan untuk menarik pedagang dan konsumen.
Selain dinamika persaingan di pasar domestik, ByteDance juga dihadapkan pada tantangan regulasi dan gejolak geopolitik. Di Amerika Serikat dan beberapa negara Barat, TikTok terus menerima tekanan dari pemerintah setempat terkait dengan isu keamanan data dan privasi. Bahkan, muncul wacana untuk melarang penggunaan TikTok di lingkungan pemerintahan dan institusi pendidikan.
Di tingkat global, TikTok harus bersaing dengan platform video pendek lain seperti Instagram Reels dan YouTube Shorts. Meskipun masih menjadi pemimpin pasar di banyak negara, persaingan yang semakin ketat menuntut ByteDance untuk terus berinovasi agar tetap relevan dan menarik bagi pengguna.
Menghadapi berbagai tantangan tersebut, ByteDance tidak tinggal diam. Perusahaan ini mengupayakan berbagai strategi untuk mempertahankan pertumbuhan dan mendongkrak kembali pendapatan. Fokus utama ByteDance adalah meningkatkan monetisasi layanan live streaming e-commerce.
Pengembangan fitur-fitur baru dan kerja sama dengan lebih banyak brand dan pedagang terus dilakukan untuk memaksimalkan potensi live streaming sebagai saluran penjualan yang efektif. Investasi dalam pengembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan machine learningjuga menjadi prioritas.
Teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi operasional, personalisasi konten, dan efektivitas iklan, sehingga dapat mendorong pertumbuhan pendapatan. ByteDance juga aktif melakukan ekspansi ke lini bisnis baru, seperti gaming, e-learning, dan cloud computing. Diversifikasi bisnis ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada pendapatan iklan dan menciptakan sumber pendapatan baru yang lebih berkelanjutan.
Perlambatan pertumbuhan ByteDance merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk dicermati. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, ByteDance tetap merupakan salah satu perusahaan teknologi terkemuka di dunia dengan potensi yang sangat besar. Kemampuan ByteDance untuk beradaptasi dan berinovasi akan menjadi kunci dalam menentukan masa depan perusahaan di tengah lanskap digital yang terus berkembang. (nova/fine)