FinTech
Pedagang Wajib Terima Uang Tunai, BI Tegaskan Komitmen Dukung Transaksi Fisik di Era Digital
Rifinet.com, Jakarta– Bank Indonesia (BI) kembali menegaskan komitmennya dalam menjaga kedaulatan Rupiah dan memastikan seluruh lapisan masyarakat dapat bertransaksi dengan lancar.
Di tengah pesatnya perkembangan sistem pembayaran digital, BI dengan tegas menyatakan bahwa seluruh pedagang wajib menerima uang tunai sebagai alat pembayaran yang sah. Pernyataan ini disampaikan oleh Deputi Gubernur BI, Doni Primanto Joewono, pada Rabu (16/10/2024), menanggapi maraknya fenomena penolakan transaksi menggunakan uang fisik di sejumlah tempat usaha.
“Merchant itu tetap diwajibkan untuk menerima uang cash,” tegas Doni dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta. Kewajiban menerima Rupiah sebagai alat pembayaran telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Pasal 23 UU tersebut dengan jelas melarang setiap orang untuk menolak Rupiah yang digunakan sebagai alat pembayaran di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah sebagai pembayaran di wilayah NKRI, itu poinnya,” ujar Doni.
Fenomena penolakan uang tunai ini memang cukup meresahkan. Sebuah survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada bulan September 2024 menunjukkan bahwa 15% responden pernah mengalami penolakan saat hendak membayar dengan uang tunai. Persentase ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 8%. Alasan yang paling sering dikemukakan oleh pedagang adalah “tidak ada uang kembalian” atau “lebih praktis menggunakan pembayaran digital”.
Kondisi ini tentu saja memprihatinkan, mengingat masih banyak masyarakat Indonesia yang belum melek digital atau memiliki akses terbatas terhadap layanan keuangan digital. Data dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 menunjukkan bahwa indeks inklusi keuangan digital di Indonesia baru mencapai 48,91%. Artinya, hampir separuh populasi dewasa di Indonesia belum terjangkau oleh layanan keuangan digital.
BI menyadari bahwa transformasi digital telah membawa perubahan signifikan dalam sistem pembayaran di Indonesia. Kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan oleh berbagai instrumen pembayaran digital, seperti dompet elektronik, mobile banking, dan QRIS, telah mendorong masyarakat untuk semakin mengadopsi transaksi non-tunai.
Data BI menunjukkan, transaksi menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) terus mengalami pertumbuhan pesat. Hingga triwulan III-2024, volume transaksi QRIS tercatat mencapai 4,08 miliar, melonjak 209,61 persen (year-on-year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, Doni menegaskan bahwa hal tersebut tidak lantas menggeser peran uang tunai dalam perekonomian. “Walaupun BI mendorong digitalisasi, tapi kita wajibkan merchant menerima uang rupiah dalam bentuk fisik,” tambahnya. Kebijakan ini diambil untuk memastikan inklusi keuangan dan melindungi hak masyarakat, terutama mereka yang belum sepenuhnya terhubung dengan layanan keuangan digital atau masih bergantung pada transaksi tunai.
Untuk menjamin ketersediaan uang tunai di masyarakat, Doni memastikan bahwa BI terus mencetak uang kartal dengan kualitas yang terjaga. “Kita pun tetap mencetak uang kartal yang berkualitas, itu masih tumbuh 6-7 persen,” ungkapnya. BI secara berkala melakukan pencetakan, pengedaran, pencabutan, dan penarikan uang Rupiah. Upaya ini dilakukan untuk menjaga kualitas dan ketersediaan uang kartal di seluruh wilayah NKRI, serta memastikan masyarakat memiliki akses yang mudah terhadap uang tunai.
Pencetakan uang Rupiah dilakukan oleh Perum Peruri, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pencetakan uang dan dokumen sekuritas. Proses pencetakan uang Rupiah dilakukan dengan menggunakan teknologi canggih dan standar keamanan yang tinggi untuk mencegah pemalsuan. Selain itu, BI juga secara aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap uang palsu.
BI mengimbau masyarakat untuk aktif melaporkan jika menemukan pedagang yang menolak pembayaran menggunakan uang tunai. Laporan dapat disampaikan melalui saluran komunikasi resmi BI, seperti BICARA (131), email, atau website BI. BI akan menindaklanjuti setiap laporan yang masuk dan memberikan sanksi tegas kepada pedagang yang terbukti melanggar ketentuan.
Selain penegakan hukum, BI juga terus mengencarkan upaya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha mengenai pentingnya penggunaan Rupiah dan kewajiban menerima uang tunai sebagai alat pembayaran yang sah. BI bekerjasama dengan berbagai pihak, termasuk asosiasi pedagang, perbankan, dan lembaga jasa keuangan lainnya, untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang peraturan dan kebijakan yang berlaku.
Kebijakan BI yang mewajibkan pedagang untuk menerima uang tunai merupakan langkah penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem pembayaran di Indonesia. Di era digital yang terus berkembang, BI berkomitmen untuk menciptakan sistem pembayaran yang inklusif, efisien, dan aman, di mana semua lapisan masyarakat dapat berpartisipasi dan menikmati manfaatnya.
Dengan menerapkan pendekatan yang berimbang antara digitalisasi dan dukungan terhadap transaksi tunai, BI berupaya untuk mewujudkan sistem keuangan yang kuat, stabil, dan berkelanjutan demi mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. (alief/syam)