ZonaBebas
OJK Tenang Sikapi Rugi Bank, Strategi Pencadangan Jadi Kunci
Rifinet.com, Jakarta– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan ketenangannya menyikapi sejumlah bank yang mencatatkan kerugian di tahun 2024. Peningkatan pencadangan dana, yang diduga menjadi penyebab utama, justru dipandang sebagai langkah strategis untuk memitigasi risiko di masa mendatang.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa pencadangan merupakan langkah antisipatif yang diambil perbankan dalam menghadapi potensi peningkatan risiko kredit. Kebijakan ini sejalan dengan Peraturan OJK (POJK) No. 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, di mana Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dibentuk untuk mengantisipasi penurunan nilai instrumen keuangan.
“Peningkatan pencadangan merupakan strategi bank dalam memitigasi potensi peningkatan eksposur kredit, baik jangka pendek maupun jangka panjang,” jelas Dian dalam keterangan tertulisnya, Minggu (13/10/2024). Dian menambahkan, peningkatan pencadangan merupakan konsekuensi logis dari penurunan nilai instrumen keuangan sesuai standar akuntansi yang berlaku. Besaran pencadangan disesuaikan dengan portofolio dan eksposur masing-masing bank.
Meskipun dihadapkan pada peningkatan pencadangan, OJK menjamin kualitas kredit perbankan tetap terjaga. Data per Juli 2024 menunjukkan rasio non-performing loan (NPL) Gross relatif stabil di angka 2,27% dan NPL Nettsebesar 0,79%. Angka ini menunjukkan bahwa perbankan masih mampu mengelola kredit bermasalah dengan baik.
Lebih lanjut, risiko kredit macet atau loan at risk (LAR) juga menunjukkan tren penurunan dari 10,51% pada Juni 2024 menjadi 10,27% di bulan Juli. Angka ini mendekati level sebelum pandemi, yaitu 9,93% pada Desember 2019. Penurunan LAR mengindikasikan bahwa kualitas kredit perbankan terus membaik dan mengarah pada kondisi yang lebih sehat.
“Dengan kondisi ini, belum terlihat risiko kredit yang signifikan mempengaruhi profitabilitas bank,” tegas Dian. OJK juga menyoroti bahwa mayoritas bank di Indonesia masih mencatatkan laba hingga bulan kedelapan tahun 2024. Secara industri, laba perbankan mencapai Rp171,03 triliun, tumbuh 6,42% secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan Agustus 2023. Pertumbuhan laba ini menunjukkan bahwa sektor perbankan masih menunjukkan kinerja yang baik dan mampu menghasilkan profit di tengah berbagai tantangan.
Kebijakan relaksasi moneter berupa penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dari 6,25% menjadi 6% pada September lalu diharapkan dapat mendorong pertumbuhan perbankan. Penurunan BI Rate diproyeksikan menurunkan biaya dana (cost of fund) perbankan, sehingga dapat meningkatkan profitabilitas dan mendorong ekspansi kredit.
“OJK senantiasa mendorong perbankan untuk memperkuat manajemen risiko dan menerapkan praktik prudential bankingserta tata kelola yang baik agar perbankan dapat terus tumbuh sehat dan berkelanjutan,” pungkas Dian.
Meskipun OJK menyampaikan optimisme, fenomena bank yang mencatatkan rugi perlu dicermati lebih lanjut. Perlambatan ekonomi global dapat mempengaruhi kinerja ekspor dan investasi di Indonesia, berimbas pada kemampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya. Ketidakpastian global, seperti perang dagang dan geopolitik, juga dapat meningkatkan risiko kredit dan mempengaruhi kinerja perbankan.
Tingkat inflasi yang tinggi dapat menggerus daya beli masyarakat dan meningkatkan risiko kredit. Penurunan suku bunga acuan meski dapat menurunkan biaya dana, juga berpotensi mengurangi margin keuntungan bank. Bank perlu mengelola dengan hati-hati keseimbangan antara biaya dana dan pendapatan bunga untuk mempertahankan profitabilitas.
Persaingan antar bank dalam memperebutkan nasabah dan sumber dana semakin ketat. Hal ini menuntut bank untuk lebih inovatif dan efisien dalam mengelola operasionalnya. Bank perlu mengembangkan produk dan layanan yang kompetitif serta meningkatkan efisiensi untuk memenangkan persaingan.
Transformasi digital menuntut bank untuk beradaptasi dan berinvestasi pada teknologi baru. Bank yang gagal bertransformasi akan tertinggal dalam persaingan. Investasi pada teknologi digital, seperti mobile banking dan internet banking, menjadi krusial untuk meningkatkan efisiensi, menjangkau nasabah yang lebih luas, dan mempertahankan daya saing.
Perubahan regulasi dan ketatnya pengawasan dari OJK dapat mempengaruhi kinerja perbankan. Bank perlu memastikan kepatuhan terhadap seluruh regulasi yang berlaku dan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam operasionalnya.
Industri perbankan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan dan peluang di masa depan. Perkembangan teknologi yang pesat, persaingan yang semakin ketat, dan perubahan perilaku konsumen menjadi tantangan utama yang perlu diantisipasi. Namun, pertumbuhan ekonomi digital dan peningkatan inklusi keuangan memberikan peluang besar yang dapat dimanfaatkan.
Untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang tersebut, perbankan perlu melakukan transformasi digital, meningkatkan inovasi, dan memperkuat manajemen risiko. OJK juga memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan industri perbankan melalui regulasi yang akomodatif dan pengawasan yang efektif. (alief/syam)