RaksasaBisnis
OJK Siap Paksa MNC Bank & Nobu Bank Merger
Rifinet.com, Jakarta– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak main-main dalam mendorong konsolidasi perbankan nasional. Merger antara PT Bank MNC International Tbk. (BABP) atau MNC Bank dengan PT Bank Nationalnobu Tbk. (NOBU) yang tak kunjung rampung, kini dihadapkan pada ultimatum: merger sukarela atau ‘kawin paksa’ oleh regulator.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa kedua bank memiliki waktu dua tahun, hingga 2026, untuk menyelesaikan merger secara mandiri. Jika tidak, OJK siap mengambil tindakan tegas dengan memaksa merger atau forced merger.
“Jika pada suatu titik tertentu nanti pada waktunya itu, apa namanya, ada hambatan itu kita akan menggunakan merger paksa gitu, jadi apa boleh buat itu,” ujar Dian saat ditemui wartawan di Gedung DPR RI, Selasa (10/9/2024).
Desakan merger ini berakar dari Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum. Aturan ini mewajibkan bank umum memiliki modal inti minimal Rp3 triliun pada tahun 2022.
Baik MNC Bank maupun Nobu Bank, meski telah memenuhi ketentuan modal inti minimum, dinilai masih membutuhkan penguatan struktur permodalan dan peningkatan daya saing untuk menghadapi tantangan industri perbankan yang semakin ketat.
Dian Ediana Rae membantah adanya potensi pembatalan merger. OJK masih memberikan kesempatan bagi kedua bank untuk mencapai kesepakatan merger sukarela.
“Bahwa saya tidak ingin menggunakan paksaan dulu karena kan lebih baik mereka bicara mana yang cocok dengan si A, cocok dengan si B gitu kan, si A cocok dengan si B,” jelasnya.
Presiden Direktur MNC Bank, Rita Montagna, menyatakan bahwa pihaknya siap mengikuti arahan OJK terkait merger ini.
“Kita ikutlah dari OJK seperti apa kita ikut,” kata Rita saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (19/7/2024).
Namun, Rita juga mengungkapkan bahwa hingga Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 21 Juni 2024, belum ada pembahasan mengenai rencana merger.
Jika merger ini terealisasi, akan terbentuk bank dengan aset gabungan yang lebih besar dan jaringan yang lebih luas. Hal ini berpotensi meningkatkan efisiensi operasional, memperluas pangsa pasar, dan memperkuat posisi bank hasil merger di industri perbankan nasional.
Namun, proses merger juga bukan tanpa tantangan. Tantangan utama adalah menyelaraskan budaya perusahaan, sistem teknologi informasi, dan sumber daya manusia dari kedua bank. Selain itu, ada potensi dampak negatif jangka pendek seperti gangguan operasional dan ketidakpastian bagi karyawan.
Pengamat perbankan menilai langkah OJK ini sebagai sinyal kuat bahwa regulator serius dalam mendorong konsolidasi perbankan.
“OJK ingin memastikan bahwa bank-bank di Indonesia memiliki skala yang cukup besar dan struktur permodalan yang kuat untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat, terutama dari bank-bank asing,” ujar seorang pengamat.
Masa depan MNC Bank dan Nobu Bank kini berada di persimpangan jalan. Jika merger sukarela tidak tercapai dalam dua tahun ke depan, ‘kawin paksa’ oleh OJK tampaknya tak terhindarkan.
Keputusan akhir ada di tangan pemegang saham dan manajemen kedua bank. Akankah mereka memilih jalan merger sukarela atau menunggu ‘kawin paksa’ oleh regulator?
Ultimatum OJK untuk merger MNC Bank dan Nobu Bank menjadi sorotan utama di industri perbankan. Langkah ini menegaskan komitmen OJK dalam memperkuat struktur perbankan nasional.
Meskipun merger paksa menjadi opsi terakhir, sinyal dari regulator ini jelas: konsolidasi adalah keniscayaan bagi bank-bank yang ingin bertahan dan berkembang di tengah persaingan yang semakin ketat. (alief/syam)