FinTech
OJK Serukan Penguatan Resiliensi Digital di Tengah Ledakan Bank Digital
Rifinet.com, Jakarta– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyerukan kepada industri perbankan di Indonesia untuk meningkatkan daya tahan digital mereka di tengah perkembangan teknologi keuangan yang pesat dan peningkatan signifikan jumlah bank digital di Indonesia. Seruan ini menghadirkan tantangan dan peluang baru bagi industri perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa digitalisasi adalah sebuah keniscayaan bagi seluruh bank. Hal ini merupakan konsekuensi dari kemajuan teknologi dan perubahan preferensi nasabah yang semakin mengarah pada layanan digital.
“Persaingan di layanan digital perbankan adalah bagian dari persaingan bisnis bank yang sudah umum terjadi. Untuk menghadapi persaingan di era digital, OJK memandang bahwa bank perlu meningkatkan resiliensi digitalnya,” kata Dian dalam pernyataan tertulisnya.
Resiliensi digital, menurut Dian, terdiri dari tiga aspek utama: resiliensi terhadap dinamika bisnis, resiliensi terhadap disrupsi/gangguan, dan resiliensi nasabah. Ketiga aspek ini penting untuk memastikan bahwa bank dapat beroperasi secara efektif dan aman di lingkungan digital yang terus berkembang.
Pertumbuhan Bank Digital di Indonesia
Ledakan bank digital di Indonesia tercermin dari data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis OJK. Total aset perbankan di Indonesia pada semester I/2024 mencapai Rp12.048,21 triliun, naik 9,01% secara tahunan (year-on-year/YoY) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan adopsi layanan perbankan digital oleh masyarakat Indonesia.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga mencatat pertumbuhan transaksi digital banking yang signifikan. Pada kuartal II/2024, transaksi digital banking mencapai 5,36 juta transaksi atau tumbuh sebesar 34,49% (yoy). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak nasabah yang beralih ke layanan perbankan digital untuk melakukan transaksi keuangan mereka.
Data dari OJK juga menunjukkan bahwa sebagian besar bank digital berada pada kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) II dan KBMI I, yang masing-masing terdiri dari modal inti sebesar Rp6 triliun–Rp14 triliun dan di bawah Rp6 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa bank digital di Indonesia masih didominasi oleh pemain baru dan pemain menengah.
Pertumbuhan bank digital menghadirkan tantangan dan peluang bagi industri perbankan. Di satu sisi, bank digital menawarkan layanan yang lebih cepat, mudah, dan terjangkau, yang dapat menarik nasabah baru dan meningkatkan efisiensi operasional. Bank digital juga memiliki potensi untuk menjangkau masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan konvensional, sehingga dapat meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.
Namun, di sisi lain, bank digital juga menghadapi tantangan dalam hal keamanan data, manajemen risiko, dan kepatuhan terhadap regulasi. Bank digital perlu memastikan bahwa data nasabah mereka terlindungi dari serangan siber dan penyalahgunaan. Selain itu, mereka juga perlu mengelola risiko yang terkait dengan operasional digital mereka, seperti risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko operasional. Terakhir, bank digital harus memastikan bahwa mereka mematuhi semua peraturan yang berlaku terkait dengan perbankan digital, termasuk peraturan tentang perlindungan konsumen dan pencegahan pencucian uang.
Persaingan yang semakin ketat di sektor perbankan digital juga dapat menekan margin keuntungan dan memaksa bank untuk berinovasi secara terus-menerus. Bank digital perlu mengembangkan produk dan layanan baru yang inovatif dan relevan dengan kebutuhan nasabah agar dapat tetap bersaing di pasar.
Penguatan Resiliensi Digital
Untuk menghadapi tantangan ini, OJK mendorong bank untuk memperkuat resiliensi digital mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain:
- Meningkatkan keamanan data dan sistem informasi. Bank perlu menerapkan teknologi keamanan terbaru, seperti enkripsi data, otentikasi multi-faktor, dan pemantauan keamanan secara real-time. Selain itu, bank juga perlu melakukan pelatihan rutin kepada karyawan untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang keamanan siber dan cara mencegah serangan siber.
- Membangun manajemen risiko yang kuat. Bank perlu memiliki kerangka kerja manajemen risiko yang komprehensif untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengelola risiko yang terkait dengan operasional digital mereka. Hal ini termasuk melakukan penilaian risiko secara berkala, mengembangkan rencana mitigasi risiko, dan melakukan pemantauan risiko secara terus-menerus.
- Memastikan kepatuhan terhadap regulasi. Bank perlu memiliki tim kepatuhan yang kompeten untuk memastikan bahwa mereka memahami dan mematuhi semua peraturan yang berlaku terkait dengan perbankan digital. Bank juga perlu melakukan audit kepatuhan secara berkala untuk mengidentifikasi dan memperbaiki potensi pelanggaran.
- Berinvestasi dalam inovasi teknologi. Bank perlu mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk mengembangkan produk dan layanan digital baru yang inovatif dan relevan dengan kebutuhan nasabah. Bank juga perlu berkolaborasi dengan perusahaan teknologi finansial (fintech) untuk mempercepat inovasi dan meningkatkan efisiensi operasional.
- Meningkatkan literasi digital nasabah. Bank perlu memberikan edukasi kepada nasabah tentang cara menggunakan layanan digital secara aman dan bertanggung jawab. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti mengadakan seminar, workshop, atau menyediakan materi edukasi online.
Perbankan digital diperkirakan akan terus berkembang pesat di Indonesia, didorong oleh peningkatan penetrasi internet dan smartphone, serta perubahan perilaku konsumen yang semakin mengarah pada layanan digital. Dengan dukungan regulasi yang tepat dan inovasi teknologi yang berkelanjutan, bank digital dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan inklusi keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
OJK akan terus memantau perkembangan industri perbankan digital dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan stabilitas dan keberlanjutan sektor ini. OJK juga akan bekerja sama dengan pelaku industri dan pemangku kepentingan lainnya untuk menciptakan ekosistem perbankan digital yang sehat dan kompetitif.
Data Kinerja Bank Digital
Beberapa bank digital terkemuka di Indonesia menunjukkan kinerja yang menggembirakan. PT Bank Seabank Indonesia (Seabank) masih menjadi yang terdepan dalam raihan aset, dengan besaran Rp31,25 triliun per Juni 2024, naik tipis 1,18% yoy dari posisi Rp30,88 triliun.
PT Bank Jago Tbk. (ARTO) mencatatkan kenaikan aset signifikan menjadi Rp24,25 triliun atau sebesar 28,54% yoy. PT Bank Neo Commerce Tbk atau BNC (BBYB) menyusul di belakangnya dengan aset senilai Rp19,06 triliun pada semester I/2024, kendati turun 2,89% yoy dari sebelumnya sebesar Rp19,62 triliun.
Data-data ini menunjukkan potensi besar bank digital di Indonesia. Namun, penting untuk diingat bahwa keberhasilan bank digital tidak hanya ditentukan oleh pertumbuhan aset, tetapi juga oleh kemampuan mereka dalam mengelola risiko, memenuhi kebutuhan nasabah, dan berkontribusi pada perekonomian secara keseluruhan.
Ledakan bank digital di Indonesia adalah sebuah fenomena yang menarik untuk diamati. Dengan dukungan regulasi yang tepat dan inovasi teknologi yang berkelanjutan, bank digital dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan inklusi keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, penting bagi bank digital untuk memperkuat resiliensi digital mereka agar dapat menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang di era digital ini. OJK akan terus mendukung perkembangan industri perbankan digital dan memastikan bahwa sektor ini berkembang secara sehat dan berkelanjutan. (alief/syam)