CakrawalaTekno
Lebih Canggih Dari Neuralink Elon Musk, Teknologi Ini Dapat Menyembuhkan Orang Buta
Rifinet.com, Jakarta – Di tengah hiruk-pikuk perkembangan teknologi implan otak yang dipelopori oleh Neuralink milik Elon Musk, sebuah perusahaan bernama Science Corporation secara senyap telah mencapai terobosan revolusioner. Jika Neuralink fokus pada pemanfaatan Brain-Computer Interface(BCI) untuk membantu pasien lumpuh, Science Corporation justru mengarahkan teknologi BCI untuk mengembalikan penglihatan mereka yang telah kehilangannya. Melalui implan retina inovatif yang diberi nama PRIMA, Science Corporation telah membuka babak baru dalam dunia pengobatan gangguan penglihatan.
PRIMA bukanlah implan biasa. Perangkat berukuran mikro ini ditanamkan di mata pasien dan berfungsi sebagai “jembatan” yang menghubungkan retina yang rusak dengan otak. Dengan teknologi canggihnya, PRIMA mampu menangkap sinyal visual dari mata dan mengirimkannya ke otak untuk diproses, memungkinkan pasien untuk “melihat” kembali dunia di sekitar mereka.
Keberhasilan PRIMA dibuktikan melalui uji klinis bernama PRIMAvera yang melibatkan 38 pasien dengan geographic atrophy(GA), suatu kondisi degeneratif pada retina yang menyebabkan kehilangan penglihatan dan umumnya terkait dengan penuaan. Hasilnya sungguh menakjubkan: implan PRIMA berhasil memulihkan penglihatan pasien secara signifikan. Mereka yang sebelumnya kesulitan melihat kini mampu melakukan aktivitas visual sehari-hari seperti membaca, mengenali wajah, dan menavigasi lingkungan sekitar dengan lebih mudah.
Profesor Frank Holz, Koordinator Keilmuwan studi PRIMAvera, mengungkapkan kegembiraannya atas pencapaian ini. “Ini adalah momen bersejarah dalam pengobatan gangguan penglihatan. Untuk pertama kalinya, kita memiliki solusi yang benar-benar efektif untuk memulihkan penglihatan pasien GA. Sebelumnya, tidak ada pengobatan yang mampu memberikan hasil sebaik ini,” ujarnya.
Keberhasilan PRIMA menawarkan harapan baru bagi jutaan orang di seluruh dunia yang menderita GA. Di Amerika Serikat saja, terdapat sekitar 1 juta kasus GA, dengan 160.000 kasus baru muncul setiap tahunnya. American Academy of Ophthalmology memperkirakan 8 juta orang di seluruh dunia menderita GA, dan angka ini terus meningkat seiring bertambahnya usia populasi global.
GA terjadi ketika sel-sel fotosensitif di makula, bagian tengah retina yang bertanggung jawab atas penglihatan sentral, rusak dan mati. Kerusakan ini menyebabkan bintik buta pada lapangan pandang penderita, yang semakin membesar seiring perkembangan penyakit. Penderita GA mengalami kesulitan melihat detail halus, membaca, mengenali wajah, dan melakukan aktivitas visual lainnya.
Sebelum adanya PRIMA, pengobatan GA sangat terbatas. Terapi yang tersedia hanya berfokus pada memperlambat perkembangan penyakit dan tidak dapat memulihkan penglihatan yang telah hilang. PRIMA mengubah paradigma ini dengan menawarkan solusi yang tidak hanya mengobati tetapi juga memulihkan.
Teknologi BCI yang mendasari PRIMA bekerja dengan cara menjembatani kerusakan pada retina. Implan PRIMA dilengkapi dengan sejumlah elektroda kecil yang merangsang sel-sel saraf di retina yang masih berfungsi. Elektroda ini menerima sinyal visual dari kamera kecil yang terpasang pada kacamata khusus yang dikenakan pasien. Sinyal visual tersebut kemudian diubah menjadi impuls listrik dan dikirimkan ke otak melalui saraf optik. Otak kemudian memproses impuls listrik tersebut seolah-olah sinyal tersebut berasal dari retina yang sehat, memungkinkan pasien untuk “melihat” kembali.
Meskipun sama-sama bergerak di bidang BCI, PRIMA dan Neuralink memiliki fokus yang berbeda. Neuralink, yang didirikan oleh Elon Musk, berkonsentrasi pada pengembangan implan otak untuk membantu pasien lumpuh mengontrol perangkat elektronik dengan pikiran. PRIMA, di sisi lain, dikembangkan khusus untuk mengatasi masalah penglihatan. Keberhasilan uji klinis PRIMAvera menandai tonggak penting dalam pengobatan GA dan menawarkan harapan baru bagi jutaan orang di seluruh dunia yang kehilangan penglihatan akibat kondisi ini.
Tentu saja, teknologi implan retina seperti PRIMA masih menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah biaya yang relatif tinggi. Saat ini, implan PRIMA hanya tersedia di beberapa pusat medis tertentu dan harganya cukup mahal. Namun, Science Corporation berkomitmen untuk menjadikan PRIMA lebih terjangkau dan dapat diakses oleh masyarakat luas.
Tantangan lainnya adalah perlunya penelitian lebih lanjut untuk memastikan keamanan dan efektivitas jangka panjang PRIMA. Meskipun uji klinis PRIMAvera menunjukkan hasil yang menggembirakan, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami efek samping potensial dan memastikan bahwa PRIMA tetap efektif dalam jangka panjang.
Meskipun demikian, keberhasilan PRIMA memberikan optimisme bagi masa depan pengobatan gangguan penglihatan. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, diharapkan solusi inovatif seperti PRIMA akan semakin terjangkau dan dapat diakses oleh masyarakat luas. PRIMA bukan hanya sebuah implan, tetapi juga simbol harapan bagi mereka yang telah kehilangan penglihatan. PRIMA adalah bukti nyata bahwa inovasi dapat mengubah hidup manusia dan membuka masa depan yang lebih cerah. (nova/fine)