Connect with us

FinTech

Fenomena ‘Makan Tabungan’ Hantui Nasabah Menengah-Bawah, BCA Optimistis Ekonomi Akan Membaik

Published

on

Rifinet.com, Jakarta– PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) melaporkan adanya fenomena ‘makan tabungan’ yang terjadi di kalangan nasabahnya dalam beberapa bulan terakhir. Fenomena ini sejalan dengan catatan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menunjukkan penurunan rerata saldo tabungan masyarakat Indonesia hingga pertengahan 2024. Direktur BCA, Santoso, menjelaskan bahwa nasabah menengah ke bawah menjadi segmen yang paling terdampak oleh fenomena ini. Hal ini terlihat dari angka pertumbuhan rerata saldo mereka yang cenderung merosot.

“Kita lihat tantangannya di menengah bawah, itu karena jumlah average balance mereka relatif enggak banyak tumbuh. Bahkan di segmen-segmen tertentu adalah average-nya cenderung lebih rendah 6 bulan terakhir,” ungkap Santoso dalam konferensi pers Gebyar Hadiah BCA 2024 di Jakarta, Senin (24/9/2024).

Santoso menyimpulkan bahwa banyak nasabah tersebut sedang berada dalam survive mode, akibat lemahnya kondisi perekonomian yang menyebabkan pengurangan lapangan pekerjaan dan penurunan daya beli. “Mungkin juga ada yang terkena PHK. Atau mungkin bisnisnya lagi sepi. Jadi, memang itu adalah realita,” tambahnya.

Selain itu, Santoso juga mengungkapkan adanya pelambatan pertumbuhan tabungan nasabah segmen menengah ke atas. Meskipun sebagian nasabah pada segmen ini memiliki profil sebagai pebisnis, pelambatan tetap tak terhindarkan. “Bisnis masih bekerja, namun memang pertumbuhannya mulai agak berat,” jelas Santoso.

Meskipun demikian, BCA tetap optimistis bahwa kondisi ini dapat membaik dalam beberapa waktu ke depan. Santoso meyakini bahwa pergantian rezim pemerintahan baru hingga palagan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 dapat mempercepat kebijakan yang dapat memperbaiki kondisi perekonomian. Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6% juga dianggap sebagai sinyal positif bagi perekonomian Tanah Air ke depan.

Advertisement

“Suku bunga juga sedikit menurun. Tapi kalau kita lihat, mereka sudah melihat ada indikasi banyak investor dari luar datang ke Indonesia. Ini menunjukkan satu optimisme. Kami percaya situasi ini tentunya akan kita sikapi secara optimis ke depan,” tandas Santoso.

Sebelumnya, LPS mencatat bahwa jumlah rekening masyarakat Indonesia dengan saldo di bawah Rp100 juta mencapai 580,01 juta rekening. Jumlah tersebut setara dengan 98,8% dari total 586,95 juta rekening yang tercatat hingga Juli 2024, seiring dengan rerata saldo tabungan yang menurun.

Berdasarkan data LPS periode Juli 2024, jumlah rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta ini menjadi tiering dengan pertumbuhan tertinggi sepanjang tahun berjalan (year-to-date/ytd) dibandingkan kelompok nominal lainnya, yakni sebesar 4,9% (ytd). Secara tahunan, jumlah itu bahkan tumbuh dobel digit sebanyak 11,8% (yoy).

Di sisi lain, jumlah rekening dengan saldo jumbo alias di atas Rp5 miliar juga tumbuh signifikan. BPS mencatat, terdapat 142,324 rekening dengan saldo tersebut atau tumbuh 3,6% sepanjang tahun berjalan (ytd). Apabila dilihat secara tahunan, pertumbuhannya mencapai 8,6% (yoy).

Selain itu, pertumbuhan jumlah rekening pada tiering saldo lainnya juga mengalami peningkatan beragam. Jumlah rekening dengan saldo Rp100 juta–Rp 200 juta tumbuh 1,3% ytd atau 3,8% yoy. Pada tiering saldo Rp200 juta–Rp500 juta, pertumbuhannya tercatat 2% ytd atau 3,6% yoy. Lebih lanjut, tiering saldo Rp500 juta–Rp 1 miliar mencatatkan pertumbuhan jumlah rekening 2,3% ytd atau 5,1% yoy. Tiering saldo Rp1 miliar–Rp2 miliar tumbuh 4,4% ytd atau 5% yoy, sedangkan jumlah rekening pada tiering saldo Rp2 miliar–Rp5 miliar tumbuh 2,2% ytd atau 4,9% yoy.

Advertisement

Fenomena ‘makan tabungan’ ini mencerminkan tantangan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat, terutama di kalangan menengah ke bawah. Penurunan saldo tabungan mengindikasikan bahwa banyak individu dan keluarga yang terpaksa menggunakan simpanan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari akibat tekanan ekonomi. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada stabilitas keuangan masyarakat, mengurangi kemampuan mereka untuk menghadapi situasi darurat, dan menghambat rencana jangka panjang seperti pendidikan atau investasi.

Menilik Lebih Dalam Fenomena ‘Makan Tabungan’

Fenomena ‘makan tabungan’ bukanlah hal baru, namun situasi ekonomi saat ini tampaknya memperparah kondisi tersebut. Inflasi yang tinggi, kenaikan harga bahan pokok, dan ketidakpastian lapangan kerja menjadi faktor-faktor utama yang mendorong masyarakat untuk menggunakan tabungan mereka.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat inflasi pada Agustus 2024 mencapai 3,27% (yoy), lebih tinggi dari target Bank Indonesia sebesar 2-4%. Kenaikan harga bahan pokok seperti beras, minyak goreng, dan telur juga memberatkan masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan rendah.

Selain itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2024 masih berada di angka 5,45%, menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang kesulitan mencari pekerjaan. Kondisi ini semakin memperparah kemampuan masyarakat untuk menabung.

Dampak ‘Makan Tabungan’ pada Perekonomian

Fenomena ‘makan tabungan’ tidak hanya berdampak pada individu dan keluarga, tetapi juga pada perekonomian secara keseluruhan. Penurunan tabungan masyarakat dapat mengurangi likuiditas di sektor perbankan, yang pada gilirannya dapat menghambat pertumbuhan kredit dan investasi.

Advertisement

Selain itu, penurunan daya beli masyarakat akibat ‘makan tabungan’ juga dapat memperlambat pemulihan ekonomi. Konsumsi rumah tangga merupakan salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi, dan penurunan konsumsi dapat berdampak negatif pada berbagai sektor usaha.

Upaya Pemerintah dan Perbankan

Pemerintah dan perbankan perlu bekerja sama untuk mengatasi tantangan ini. Pemerintah dapat mempercepat kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, seperti meningkatkan investasi infrastruktur, memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha, dan memperluas program bantuan sosial.

Sementara itu, perbankan dapat memberikan solusi keuangan yang lebih terjangkau dan fleksibel bagi masyarakat, seperti pinjaman dengan bunga rendah, program restrukturisasi kredit, dan edukasi keuangan.

Selain itu, penting bagi masyarakat untuk meningkatkan literasi keuangan mereka, agar dapat mengelola keuangan dengan lebih baik dan membangun ketahanan finansial di tengah ketidakpastian ekonomi. Masyarakat perlu memahami pentingnya menabung, berinvestasi, dan memiliki asuransi untuk melindungi diri dari risiko finansial.

Fenomena ‘makan tabungan’ menjadi pengingat akan tantangan ekonomi yang masih dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Meskipun BCA optimistis terhadap perbaikan ekonomi di masa depan, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, perbankan, dan masyarakat untuk memastikan stabilitas keuangan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Advertisement

Pemerintah perlu menciptakan iklim ekonomi yang kondusif untuk pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja. Perbankan perlu memberikan solusi keuangan yang lebih inklusif dan terjangkau bagi masyarakat. Sedangkan masyarakat perlu meningkatkan literasi keuangan mereka dan membangun kebiasaan menabung yang baik.

Dengan upaya bersama, diharapkan fenomena ‘makan tabungan’ dapat diatasi dan masyarakat Indonesia dapat mencapai kesejahteraan finansial yang lebih baik. (alief/syam)