Connect with us

CakrawalaTekno

Dilema Eropa Soal Keamanan dan Daya Tarik Teknologi China dalam Jaringan 5G

Published

on

Rifinet.com, Jakarta– Eropa berada di persimpangan jalan, terjebak dalam dilema antara memanfaatkan kemajuan teknologi China yang menggiurkan dan menghindari risiko keamanan siber yang membayangi. Huawei dan ZTE, dua raksasa teknologi asal Tiongkok, menawarkan solusi 5G dengan harga kompetitif yang sulit ditolak oleh banyak negara Eropa. Namun, kekhawatiran akan potensi spionase dan kontrol China atas infrastruktur vital membuat benua biru tersebut waspada.

Meskipun tekanan dari Amerika Serikat dan kesadaran akan risiko keamanan siber meningkat, Huawei dan ZTE masih menancapkan kukunya di pasar Eropa. Hingga Agustus 2024, hanya 11 dari 27 negara Uni Eropa yang secara resmi membatasi penggunaan peralatan mereka dalam jaringan 5G. Beberapa negara, seperti Spanyol dan Jerman, telah mengambil langkah proaktif. Operator Spanyol, Masmovil, mengganti peralatan Huawei dan ZTE dengan peralatan dari Ericsson (Swedia), sementara Deutsche Telekom di Jerman juga merencanakan hal serupa.

Kekhawatiran Eropa bukanlah tanpa alasan. John Strand, Direktur Strand Consult, sebuah firma riset telekomunikasi yang berbasis di Kopenhagen, menganalogikan situasi ini dengan krisis gas yang dipicu oleh perang Rusia-Ukraina. “China bisa mematikan, memperlambat, atau mencampuri jaringan seluler. Ini bakal menghancurkan ekonomi Eropa,” ungkap Strand, menekankan risiko ketergantungan pada satu vendor dengan rekam jejak keamanan siber yang kontroversial.

Komisi Eropa sendiri telah membunyikan lonceng peringatan. Pada Juni 2023, lembaga tersebut secara resmi melarang penggunaan peralatan 5G dari Huawei dan ZTE di jaringan lembaga-lembaga Uni Eropa, menyebutnya memiliki “risiko yang tidak dapat diterima” terhadap keamanan siber. Risiko ini tidak hanya mengancam sektor telekomunikasi, tetapi juga sektor vital lainnya seperti keuangan, energi, dan transportasi.

Di sisi lain, sulit untuk mengabaikan daya tarik harga kompetitif yang ditawarkan Huawei dan ZTE. Huawei, khususnya, telah menjadi pemimpin pasar dalam teknologi 5G, menawarkan peralatan dengan harga lebih murah dibandingkan para pesaingnya dari Eropa, seperti Ericsson dan Nokia. Hal ini membuat banyak operator telekomunikasi Eropa tergoda, meskipun ada kekhawatiran tentang keamanan siber.

Advertisement

Implementasi pembatasan terhadap Huawei dan ZTE juga tidak mudah. Beberapa negara kesulitan menemukan alternatif yang sepadan dalam hal harga dan kualitas. Penggantian peralatan jaringan yang sudah ada memerlukan investasi besar dan dapat mengganggu layanan telekomunikasi. Selain itu, diperlukan standar keamanan siber yang ketat dan terkoordinasi di tingkat Uni Eropa untuk mengatasi ancaman ini secara efektif.

Huawei tidak tinggal diam. Mereka aktif melakukan lobi dan kampanye untuk meyakinkan pemerintah dan operator telekomunikasi Eropa bahwa produk dan layanannya aman dan terpercaya. Huawei menegaskan bahwa tuduhan spionase yang dialamatkan kepadanya tidak berdasar dan bermotif politik, serta menekankan kontribusinya terhadap pengembangan ekonomi dan digitalisasi di Eropa.

Perdebatan tentang peran Huawei dan ZTE dalam pengembangan jaringan 5G di Eropa diperkirakan akan terus berlanjut. Eropa berada di persimpangan jalan, harus menyeimbangkan kebutuhan akan teknologi canggih dengan kepentingan keamanan nasional. Keputusan yang diambil oleh Eropa akan memiliki dampak jangka panjang pada lanskap digital benua tersebut dan mempengaruhi dinamika geopolitik global.

Dengan beberapa negara Eropa lain yang juga mulai mengganti peralatan Huawei, seperti BT dan Vodafone di Inggris, Telenor di Norwegia, Telia di Swedia, dan Orange di Prancis, serta tekanan diplomatik yang terus dilakukan oleh Amerika Serikat, masa depan Huawei dan ZTE di Eropa masih belum pasti. Eropa harus bijak dalam menentukan langkah selanjutnya, memastikan keamanan dan kedaulatan digitalnya tanpa mengorbankan kemajuan teknologi. (nova/fine)

Advertisement