FinTech
Capai 9% Per Tahun, Perang Bunga Deposito Bank Digital Memanas, OJK dan LPS Angkat Bicara
Rifinet.com, Jakarta– Persaingan bank digital di Indonesia semakin memanas, terutama dalam upaya menghimpun dana nasabah. Salah satu strategi yang digunakan adalah menawarkan suku bunga deposito tinggi, bahkan ada yang mencapai 9% per tahun. Fenomena ini menarik perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang kemudian memberikan tanggapannya.
Sejumlah bank digital tercatat menawarkan bunga deposito di atas rata-rata. Bank Seabank Indonesia, misalnya, menawarkan suku bunga deposito mencapai 6% per tahun untuk produk deposito berjangka 12 bulan. Bank Neo Commerce (BNC) bahkan menawarkan bunga deposito hingga 8% per tahun untuk produk deposito Neo WOW 12 bulan.
Sementara itu, Krom Bank Indonesia menawarkan bunga deposito hingga 8,75% per tahun untuk produk deposito berjangka 1 bulan, dan Bank Amar Indonesia menawarkan bunga deposito yang lebih tinggi lagi, mencapai 9% per tahun untuk produk deposito berjangka 3 bulan.
Tingginya suku bunga deposito yang ditawarkan bank digital ini melampaui tingkat bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang saat ini berada di angka 4,25%.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa penawaran suku bunga simpanan tinggi di bank digital merupakan salah satu strategi untuk menarik dana nasabah. Menurutnya, strategi tingkat suku bunga telah melalui pertimbangan yang hati-hati dan ditetapkan dengan memperhatikan kebutuhan manajemen likuiditas bank.
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan pemberian suku bunga antara lain kondisi ekonomi baik global maupun nasional, tingkat persaingan, suku bunga acuan Bank Indonesia, risk premium, dan sebagainya.
“Tingkat suku bunga simpanan yang ditetapkan selalu dilakukan monitoring dan updatesecara berkala oleh bank,” ujar Dian.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, juga memberikan tanggapannya. Menurutnya, alasan sejumlah bank menawarkan suku bunga tinggi di atas bunga penjaminan LPS adalah karena berkaitan dengan persaingan dan tujuan penghimpunan dana untuk menopang ekspansi kredit yang lebih masif.
LPS tidak melarang pemberian suku bunga simpanan tinggi, meski di atas suku bunga tingkat penjaminan. Namun, LPS meminta bank untuk transparan kepada masyarakat terkait program penjaminan simpanan LPS, termasuk tingkat bunga yang bisa dijamin LPS.
Wakil Direktur Utama SeaBank Indonesia, Junedy Liu, mengakui bahwa bunga simpanan tinggi bank digital memang kerap kali menjadi polemik. Menurutnya, bank digital bisa menawarkan bunga simpanan tinggi karena biaya operasional yang rendah, tidak adanya biaya sewa gedung cabang, dan efisiensi operasional lainnya. Langkah itu biasanya diambil, terutama oleh bank digital yang baru meluncur untuk menarik nasabah baru dan meningkatkan pangsa pasar.
“Akan tetapi dari awal kami sadari bahwa ini strategi promosi di awal. Ini perlu introspeksi. Bank digital perlu seimbangkan kemampuan galang dana serta tumbuhnya aset bisa berupa pembiayaan kepada masyarakat yang belum terlayani,” katanya.
Presiden Direktur Krom Bank Indonesia, Anton Hermawan, mengatakan penawaran suku bunga tinggi bank digital akan terus berlangsung hingga bank berhasil membangun basis nasabah yang stabil dan cukup besar.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menyebut tren bunga tinggi yang ditawarkan bank digital masih akan berlangsung dalam 3 tahun ke depan.
“Apalagi, tren perebutan dana di pasar makin ketat karena bank juga harus bersaing dengan surat utang pemerintah yang bunganya tinggi,” ujarnya.
Perang bunga deposito ini memiliki dampak positif dan negatif.
Dampak positifnya antara lain: meningkatkan minat masyarakat untuk menabung, mendorong persaingan di sektor perbankan, dan mempercepat inklusi keuangan dengan menjangkau masyarakat yang belum memiliki akses ke layanan perbankan tradisional.
Namun, ada juga dampak negatif yang perlu diperhatikan. Suku bunga deposito yang tinggi dapat menekan margin keuntungan bank, terutama jika bank tidak mampu menyalurkan kredit dengan bunga yang lebih tinggi. Selain itu, jika bank terlalu agresif dalam menyalurkan kredit untuk mengejar keuntungan, risiko kredit macet dapat meningkat.
Secara keseluruhan, perang bunga deposito bank digital merupakan fenomena yang menarik perhatian. OJK dan LPS telah memberikan tanggapannya terkait hal ini. Meskipun ada dampak positif dan negatif, diharapkan perang bunga deposito ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.
Namun, penting untuk diingat bahwa bunga deposito yang tinggi tidak selalu berarti investasi yang terbaik. Nasabah perlu mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti reputasi bank, keamanan, dan likuiditas sebelum memutuskan untuk menyimpan uangnya di bank. LPS hanya menjamin simpanan hingga Rp2 miliar per nasabah per bank. Jika simpanan nasabah melebihi batas tersebut, maka sebagian simpanannya tidak akan dijamin oleh LPS.
Keputusan investasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembaca. Nasabah diharapkan bijak dalam memilih produk simpanan yang sesuai dengan kebutuhan dan profil risikonya. (alief/syam)