CakrawalaTekno
Biometrik, Keamanan, dan Nasib Operator Seluler
Rifinet.com, Jakarta– Era baru registrasi kartu prabayar di Indonesia akan segera dimulai dengan pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), tengah menggodok aturan penerapan sistem biometrik. Sistem ini digadang-gadang mampu memberangus praktik penipuan dan penyalahgunaan data identitas yang selama ini marak terjadi. Namun, di balik janji keamanan tersebut, terdapat potensi beban baru yang harus dipikul oleh operator seluler.
Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB, Ian Yosef M. Edward, mengungkapkan bahwa kebijakan biometrik akan memaksa operator seluler merogoh kocek lebih dalam untuk pengadaan perangkat biometrik, seperti pemindai sidik jari atau pengenal wajah, serta biaya operasional untuk mengakses data kependudukan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri. “Pasti dengan tambahan alat dan akses ke database kependudukan perlu biaya tambahan, sehingga akan menambah biaya akibat regulasi,” ujar Ian kepada Bisnis pada Selasa (15/10/2024).
Mulai tahun 2025, Dukcapil akan menerapkan tarif bagi setiap akses data kependudukan. Besaran tarif bervariasi tergantung jenis data yang diakses. Untuk validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada kartu SIM, biayanya Rp1.000 per akses. Sementara untuk biometrik sidik jari dikenakan tarif Rp2.000 per akses, dan biometrik pengenal wajah Rp3.000 per akses.
Beban biaya regulasi yang ditanggung operator seluler di Indonesia memang tergolong tinggi. Saat ini, rasio ongkos regulator terhadap pendapatan operator seluler mencapai 12,2%, melampaui tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sebesar 11%. Angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara Asia Tenggara, bahkan dunia.
Kondisi ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi operator seluler. Di satu sisi, mereka dituntut untuk meningkatkan keamanan data pelanggan. Di sisi lain, mereka juga harus menanggung beban biaya regulasi yang semakin berat. Apalagi, jumlah pelanggan seluler di Indonesia sangat besar. Berdasarkan data Statista, pada tahun 2024, jumlah pelanggan seluler di Indonesia mencapai 350,7 juta. Dengan jumlah pelanggan sebanyak itu, potensi biaya yang harus dikeluarkan oleh operator seluler untuk implementasi biometrik tentu tidak sedikit.
Meskipun menjanjikan keamanan yang lebih baik, implementasi biometrik juga memunculkan kekhawatiran baru terkait privasi data. Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, menekankan pentingnya jaminan keamanan data dari pemerintah sebelum sistem biometrik diterapkan. “Kalau bocor habis kita karena sudah ada data lengkap, nama, NIK, jenis kelamin, wajah, nomor hp dan biometrik,” ungkap Heru.
Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Data biometrik merupakan data sensitif yang jika jatuh ke tangan yang salah dapat disalahgunakan untuk berbagai kejahatan, seperti pemalsuan identitas atau pencurian data. Kasus kebocoran data di Indonesia pun bukanlah hal baru. Pada tahun 2023, terjadi kebocoran data pribadi 1,3 miliar pengguna SIM card yang diduga berasal dari database Dukcapil.
Heru juga memprediksikan adanya penurunan jumlah pelanggan setelah sistem biometrik diterapkan. “Nanti akan ada pengurangan jumlah pengguna, tetapi itu memang pengguna yang menggunakan smartphone untuk penipuan, kejahatan siber dan lain-lain. Sementara yang pengguna baik-baik akan bertahan,” jelasnya.
Sistem registrasi yang lebih ketat diyakini akan menyulitkan pengguna yang ingin melakukan penipuan atau kejahatan siber. Namun, di sisi lain, hal ini juga dapat mempersulit masyarakat umum yang ingin mendapatkan akses telekomunikasi secara mudah dan cepat. Misalnya, masyarakat yang tinggal di daerah dengan akses internet terbatas mungkin akan kesulitan untuk melakukan registrasi dengan sistem biometrik.
Tantangan lain yang dihadapi operator seluler adalah implementasi standar Know Your Customer (KYC) yang lebih ketat. KYC merupakan proses identifikasi dan verifikasi identitas pelanggan untuk mencegah pencuuan uang, pendanaan terorisme, dan kejahatan lainnya.
Dengan adanya sistem biometrik, operator seluler dituntut untuk memastikan validitas data pelanggan secara lebih akurat. Hal ini membutuhkan investasi tambahan dalam teknologi dan sumber daya manusia. Operator seluler perlu meningkatkan sistem dan infrastruktur teknologi informasi mereka agar dapat mengelola data biometrik dengan aman dan efisien.
Agar implementasi biometrik dapat berjalan optimal, diperlukan dukungan infrastruktur yang memadai, terutama di daerah-daerah terpencil. Akses internet yang stabil dan ketersediaan perangkat biometrik merupakan faktor penting dalam menjamin kelancaran proses registrasi. Pemerintah perlu memastikan bahwa infrastruktur telekomunikasi di seluruh Indonesia memadai untuk mendukung implementasi sistem biometrik.
Selain itu, peningkatan literasi digital masyarakat juga menjadi kunci keberhasilan sistem biometrik. Masyarakat perlu diedukasi mengenai pentingnya keamanan data dan cara menggunakan teknologi biometrik secara aman dan bertanggung jawab. Pemerintah dan operator seluler perlu bekerja sama untuk meningkatkan literasi digital masyarakat, misalnya melalui program sosialisasi dan edukasi publik.
Meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan, pemerintah tetap optimistis bahwa sistem biometrik akan membawa dampak positif bagi industri telekomunikasi di Indonesia. Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (PPI) Kemenkominfo, Wayan Toni Supriyanto, menegaskan bahwa penerapan biometrik akan mengurangi penipuan registrasi prabayar secara drastis. “Jadi tidak ada lagi penipuan-penipuan registrasi prabayar, sehingga nomor itu tidak bisa digunakan lagi oleh orang lain karena sudah menggunakan NIK, No.KK dan face recognition ini. [berlaku] mudah-mudahan tahun depan,” ujar Wayan.
Wayan juga menambahkan bahwa operator seluler telah siap menerapkan sistem biometrik. Beberapa operator bahkan telah melakukan uji coba dan mengintegrasikan teknologi biometrik ke dalam sistem registrasi mereka. Telkomsel, misalnya, telah menguji coba teknologi biometrik pengenal wajah di GraPARI untuk mendukung kebijakan Kemenkominfo dalam peningkatan keamanan data pribadi pelanggan.
Implementasi sistem biometrik untuk registrasi kartu prabayar merupakan langkah maju dalam meningkatkan keamanan data dan mencegah kejahatan siber. Namun, pemerintah dan operator seluler perlu bekerja sama untuk mengatasi berbagai tantangan yang muncul, seperti biaya tambahan, perlindungan privasi data, dan peningkatan literasi digital.
Dengan persiapan yang matang dan dukungan dari semua pihak, sistem biometrik diharapkan dapat mewujudkan industri telekomunikasi yang lebih aman, terpercaya, dan berkelanjutan di Indonesia. (alief/syam)