Connect with us

FinTech

BI Ancam Blacklist Pedagang yang Kenakan Biaya Tambahan pada Transaksi QRIS

Published

on

Rifinet.com, Jakarta– Bank Indonesia (BI) kembali menegaskan komitmennya dalam menjaga kenyamanan dan keamanan bertransaksi digital di Indonesia. Filianingsih Hendarta, Deputi Gubernur BI, dengan tegas menyatakan bahwa seluruh pedagang dilarang membebankan biaya tambahan apapun kepada konsumen yang memilih bertransaksi menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di kantor BI pada Rabu (16/10).

“Tidak boleh ada biaya tambahan untuk pembayaran QRIS. Laporkan saja jika ada pedagang yang melanggar,” tegas Filianingsih.

Larangan ini, menurut Filianingsih, sesuai dengan ketentuan BI yang melarang penyedia barang dan jasa atau merchant menarik biaya Merchant Discount Rate(MDR) untuk layanan QRIS dari konsumen. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/6/PBI/2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran (PJP).

Filianingsih menjelaskan bahwa konsumen yang menemukan pedagang nakal yang mengenakan biaya tambahan saat pembayaran dengan QRIS dapat melaporkannya kepada Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP) penyedia layanan QRIS.

“PJP wajib menghentikan kerja sama dengan merchant yang terbukti melanggar. Bahkan, pedagang tersebut bisa masuk blacklist,” imbuhnya.

Advertisement

QRIS sendiri diluncurkan BI pada 17 Agustus 2019 sebagai standar kode QR nasional untuk memfasilitasi pembayaran digital di Indonesia. Sistem ini dirancang untuk menciptakan sistem pembayaran yang universal, mudah, aman, dan efisien, sejalan dengan visi BI dalam mendorong inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca Juga:  Potensi Penerimaan Pajak Menurun, Dampak Sistem Coretax Jadi Sorotan

Salah satu keunggulan utama QRIS adalah interkoneksi dan interoperabilitasnya. QRIS memungkinkan interkoneksi antar penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) dan interoperabilitas instrumen pembayaran. Artinya, semua aplikasi pembayaran yang terdaftar di BI, baik yang dikeluarkan oleh bank, fintech, maupun lembaga keuangan lainnya, dapat digunakan di seluruh merchantQRIS di seluruh Indonesia. Hal ini sangat memudahkan konsumen karena mereka tidak perlu memiliki banyak aplikasi pembayaran yang berbeda untuk bertransaksi di tempat yang berbeda.

Selain itu, QRIS juga dirancang dengan memperhatikan aspek keamanan. QRIS dilengkapi dengan fitur keamanan yang kuat untuk melindungi data dan dana pengguna. Setiap transaksi QRIS dienkripsi dan diproteksi oleh sistem keamanan berlapis untuk mencegah penyalahgunaan dan penipuan.

BI mencatat pertumbuhan penggunaan QRIS yang signifikan sejak diluncurkan. Data terbaru menunjukkan transaksi QRIS melonjak 209,61 persen ( year-on-year ), dengan jumlah pengguna mencapai 53,3 juta dan jumlah merchant34,23 juta. Pertumbuhan ini menunjukkan antusiasme masyarakat dan pelaku usaha dalam mengadopsi QRIS sebagai metode pembayaran digital.

Baca Juga:  Potensi Penerimaan Pajak Menurun, Dampak Sistem Coretax Jadi Sorotan

“QRIS telah menjadi game changer dalam sistem pembayaran di Indonesia. Kami optimis QRIS akan terus berkembang dan memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional,” ujar Doni P. Joewono, Deputi Gubernur BI lainnya, dalam kesempatan yang sama.

Advertisement

Namun, di tengah gencarnya digitalisasi sistem pembayaran, BI tetap menegaskan pentingnya uang tunai sebagai alat pembayaran yang sah. Doni mengingatkan bahwa merchantwajib menerima uang rupiah dalam bentuk fisik.

“Kami mendorong digitalisasi, tetapi merchantwajib menerima uang rupiah dalam bentuk fisik,” tegas Doni.

Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang menetapkan rupiah sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia.

BI terus berupaya mendorong digitalisasi sistem pembayaran di Indonesia melalui berbagai inisiatif. Selain mengembangkan QRIS, BI juga aktif mendorong inovasi di bidang pembayaran digital lainnya, seperti fast payment, e-wallet, dan digital banking. BI juga terus meningkatkan infrastruktur sistem pembayaran untuk memastikan keamanan, efisiensi, dan keandalan transaksi digital.

Selain itu, BI juga gencar melakukan program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya literasi dan inklusi keuangan digital. BI bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk lembaga pendidikan, komunitas, dan media, untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai produk dan layanan keuangan digital, serta cara menggunakannya secara aman dan bertanggung jawab.

Advertisement
Baca Juga:  Potensi Penerimaan Pajak Menurun, Dampak Sistem Coretax Jadi Sorotan

Meskipun transaksi digital meningkat pesat, BI mencatat pertumbuhan Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) sebesar 9,96 persen ( year-on-year) menjadi Rp1.057,4 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa uang tunai masih memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, terutama di daerah pedesaan dan bagi masyarakat yang belum memiliki akses ke layanan keuangan formal.

BI berkomitmen untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, aman, dan inklusif di Indonesia. QRIS merupakan salah satu inovasi BI dalam mendorong digitalisasi sistem pembayaran. BI juga tetap menegaskan pentingnya uang tunai sebagai alat pembayaran yang sah. Dengan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, diharapkan sistem pembayaran di Indonesia dapat terus berkembang dan memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat dan perekonomian nasional. (alief/syam)