Connect with us

RaksasaBisnis

Penyesalan Terbesar Intel: Kisah Gagalnya Akuisisi Nvidia yang Mengubah Sejarah Industri Chip

Published

on

Rifinet.com, Jakarta– Di dunia teknologi yang dinamis, keputusan strategis dapat memiliki konsekuensi yang bergema selama beberapa dekade. Salah satu contohnya adalah kisah Intel dan Nvidia, dua raksasa teknologi yang jalannya hampir bersinggungan dua dekade lalu. Pada tahun 2005, CEO Intel saat itu, Paul Otellini, mengajukan proposal yang berani: mengakuisisi Nvidia, perusahaan pembuat chip grafis (GPU) yang sedang naik daun. Namun, proposal tersebut ditolak oleh dewan direksi Intel, sebuah keputusan yang kini dianggap sebagai salah satu blunder terbesar dalam sejarah industri teknologi.

Saat itu, Nvidia masih relatif kecil dibandingkan dengan Intel, dengan valuasi “hanya” USD 20 miliar. Otellini, yang visioner, melihat potensi besar dalam GPU, terutama di pasar enterprise dan data center. Ia berusaha keras meyakinkan dewan direksi bahwa akuisisi Nvidia akan memperkuat posisi Intel di pasar chip yang sedang berkembang pesat.

Namun, dewan direksi Intel, yang didominasi oleh para eksekutif yang terpaku pada arsitektur x86 untuk CPU PC, gagal melihat potensi GPU. Mereka menganggap akuisisi Nvidia sebagai pengalihan yang tidak perlu dari fokus utama Intel. “Intel saat itu seperti organisme sel terbesar di Bumi,” ujar seorang eksekutif Intel, menggambarkan budaya perusahaan yang sangat tertutup dan terfokus pada teknologi x86. Mentalitas inilah yang menjadi salah satu faktor utama gagalnya akuisisi Nvidia.

Baca Juga:  Dropbox Pangkas 20% Karyawan, Akankah Awan Penyimpanan Mulai Suram?

Selain itu, Intel memiliki catatan buruk dalam hal merger dan akuisisi. Nilai akuisisi Nvidia yang mencapai USD 20 miliar akan menjadi yang termahal dalam sejarah Intel, sebuah risiko yang tampaknya enggan diambil oleh dewan direksi. Mereka lebih memilih untuk tetap berada di zona nyaman, fokus pada bisnis CPU yang telah membawa kesuksesan besar bagi Intel selama bertahun-tahun.

Keputusan Intel untuk menolak akuisisi Nvidia ternyata memiliki konsekuensi yang sangat besar. Nvidia, yang dulu dipandang sebelah mata, kini menjelma menjadi raksasa teknologi dengan valuasi melampaui Intel. Lanskap industri chip telah berubah total. GPU, yang menjadi kekuatan utama Nvidia, kini menjadi komponen penting dalam akselerasi AI, sebuah bidang yang mengalami pertumbuhan eksponensial. Nvidia sukses memanfaatkan momentum ini, sementara Intel justru terseok-seok.

Advertisement

“Intel melewatkan kesempatan emas untuk mengakuisisi Nvidia,” ujar seorang sumber yang dikutip oleh The New York Times. Jika akuisisi tersebut terjadi, Intel kemungkinan besar akan menjadi pemain dominan di pasar AI, sebuah posisi yang kini dikuasai oleh Nvidia. Intel akan memiliki akses ke teknologi GPU Nvidia yang canggih, serta keahlian Nvidia dalam pengembangan perangkat lunak AI.

Baca Juga:  Concord Resmi Mati, Sony Tutup Firewalk Studios dan Neon Koi

Dominasi Nvidia di era AI semakin tak terbantahkan. Perusahaan yang didirikan oleh Jensen Huang ini menguasai sekitar 80% pangsa pasar GPU untuk data center. GPU Nvidia banyak digunakan untuk melatih model AI dan menjalankan aplikasi AI di berbagai sektor, mulai dari otomotif, kesehatan, hingga keuangan.

Keberhasilan Nvidia didukung oleh beberapa faktor, di antaranya arsitektur GPU yang sangat efisien untuk pemrosesan paralel, investasi besar-besaran dalam riset dan pengembangan, serta ekosistem perangkat lunak yang kuat. Salah satu produk unggulan Nvidia adalah H100, sebuah GPU yang dirancang khusus untuk akselerasi AI. H100 dibekali dengan teknologi canggih seperti Transformer Engine dan NVLink yang memungkinkan GPU untuk berkomunikasi dengan kecepatan tinggi.

Intel tidak tinggal diam melihat dominasi Nvidia. Perusahaan yang berbasis di Santa Clara, California, ini gencar mengembangkan GPU untuk menyaingi Nvidia. Salah satu strategi Intel adalah melalui akuisisi. Pada tahun 2020, Intel mengakuisisi Habana Labs, sebuah perusahaan Israel yang mengembangkan chip AI. Intel juga mendirikan divisi Accelerated Computing Systems and Graphics (AXG) yang fokus pada pengembangan GPU dan perangkat lunak AI.

Baca Juga:  Waspada! Modus Penipuan “Wangiri” Incar Pulsa dan Data Pribadi Anda

Namun, upaya Intel untuk mengejar ketertinggalan dari Nvidia tidaklah mudah. Nvidia telah memiliki keunggulan yang signifikan dalam hal teknologi, ekosistem, dan pangsa pasar. Intel harus berinovasi dan berinvestasi lebih besar lagi jika ingin menyaingi Nvidia di pasar GPU dan AI.

Advertisement

Kisah gagalnya akuisisi Nvidia oleh Intel memberikan pelajaran berharga bagi industri teknologi. Kegagalan untuk mengidentifikasi dan merespons tren teknologi yang berkembang dapat berakibat fatal. Di sisi lain, keberhasilan Nvidia menunjukkan pentingnya inovasi dan fokus pada kebutuhan pasar. Nvidia berhasil mengantisipasi pertumbuhan pasar AI dan mengembangkan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Keputusan Intel untuk menolak akuisisi Nvidia pada tahun 2005 merupakan sebuah keputusan yang monumental, yang berdampak besar pada lanskap industri chip. Nvidia, yang dulu dipandang sebelah mata, kini menjelma menjadi raksasa teknologi yang mendominasi pasar AI. Kisah ini menjadi pengingat bagi para pemain di industri teknologi akan pentingnya visi, inovasi, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dengan cepat. (nova/fine)