ZonaBebas
Aplikasi E-commerce Temu Masih Bisa Diakses, Kominfo Janji Tindakan Tegas!
Rifinet.com, Jakarta – Bayang-bayang aplikasi e-commerce asal China, Temu, masih menghantui pasar digital Indonesia. Meskipun telah dilarang beroperasi di Indonesia karena dianggap mengancam eksistensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), aplikasi ini masih bisa diakses dengan mudah oleh pengguna internet di tanah air. Temu masih tersedia di platform distribusi aplikasi populer seperti Google Play Store dan App Store, menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas pengawasan dan penindakan pemerintah terhadap platform digital asing.
Menanggapi hal ini, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menegaskan kembali komitmennya untuk menindak tegas keberadaan Temu di Indonesia. “Kita akan melakukan tindakan segera. Kalau Temu itu jelas menghancurkan UMKM kita,” ujar Budi usai penandatanganan nota kesepahaman Kementerian Kominfo dengan IBM Indonesia di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, Rabu (9/10/2024).
Kekhawatiran pemerintah terhadap Temu berakar pada model bisnis Business-to-Consumer(B2C) yang diusungnya. Temu memungkinkan produsen, mayoritas dari China, untuk langsung menjual produknya ke konsumen tanpa perantara. Strategi ini memungkinkan Temu menawarkan harga yang sangat murah, bahkan seringkali di bawah harga pasar. Kondisi ini dikhawatirkan akan membanjiri pasar Indonesia dengan produk impor murah, sehingga mengancam daya saing produk lokal dan mematikan usaha UMKM.
“Kamu tahu Temu enggak itu platformnya seperti apa? Itu (bisnisnya) dari pabrik langsung ke konsumen. Nanti kita dibanjirin dengan barang impor dong. Terus pekerja kita gimana? UMKM kita gimana?,” ungkap Budi dengan nada prihatin.
Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa ancaman Temu terhadap UMKM Indonesia bukanlah isapan jempol belaka. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, terdapat lebih dari 64 juta UMKM di Indonesia yang menyerap sekitar 97% tenaga kerja dan menyumbang sekitar 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Jika UMKM terpuruk akibat persaingan yang tidak sehat dari platform e-commerce asing seperti Temu, maka akan berdampak signifikan pada perekonomian nasional.
Selain model bisnisnya yang kontroversial, Temu juga belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di Kominfo. Padahal, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, setiap perusahaan yang menyediakan layanan digital di Indonesia wajib mendaftarkan diri sebagai PSE. Kewajiban ini bertujuan untuk memastikan platform digital beroperasi sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, melindungi data pengguna, dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak.
“Mereka belum mengajukan PSE,” tegas Budi, menunjukkan ketidakpatuhan Temu terhadap regulasi di Indonesia. Ketidakpatuhan ini semakin menguatkan alasan pemerintah untuk mengambil tindakan tegas.
Meskipun telah berjanji untuk segera menindak, Budi belum memberikan kepastian waktu terkait pemblokiran Temu. “Pasti dong (aplikasi Temu di-takedown). Kamu ini nanya kapan-kapan. Kapan? Hari ini mau sekarang?,” jawabnya saat ditanya mengenai waktu pemblokiran.
Kehadiran Temu di Indonesia memang menuai pro dan kontra. Di satu sisi, platform ini menawarkan harga yang sangat murah dan beragam pilihan produk, sehingga menarik minat konsumen, terutama di tengah kondisi ekonomi yang menantang. Kemudahan akses dan promo menarik yang ditawarkan Temu menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen Indonesia yang sangat responsif terhadap harga.
Namun di sisi lain, kehadirannya dianggap sebagai ancaman serius bagi UMKM dan industri dalam negeri. Para pelaku UMKM khawatir tidak dapat bersaing dengan harga murah yang ditawarkan Temu. Mereka juga khawatir dengan banjirnya produk impor yang dapat menggeser produk lokal di pasaran.
Beberapa pihak menilai kekhawatiran pemerintah berlebihan. Mereka berpendapat bahwa persaingan merupakan hal yang wajar dalam dunia bisnis dan konsumen berhak mendapatkan pilihan yang beragam. Persaingan, menurut mereka, justru dapat mendorong inovasi dan peningkatan kualitas produk. Mereka juga berpendapat bahwa pemerintah seharusnya fokus pada upaya meningkatkan daya saing UMKM, bukan membatasi persaingan.
Namun, pemerintah berpendapat bahwa model bisnis Temu yang agresif, ditambah dengan dugaan praktik predatory pricing(menjual barang dengan harga sangat murah untuk menyingkirkan pesaing), dapat merugikan perekonomian nasional dalam jangka panjang. Jika UMKM gulung tikar, maka akan berdampak pada penurunan produksi, hilangnya lapangan pekerja, dan penurunan pendapatan negara.
Pemerintah juga menyoroti potensi pelanggaran regulasi oleh Temu, termasuk ketidakpatuhan dalam mendaftarkan diri sebagai PSE dan potensi pelanggaran aturan perlindungan data pribadi. Data pribadi merupakan aset berharga di era digital, dan pemerintah berkewajiban untuk melindungi data pribadi warga negara dari penyalahgunaan.
Untuk melindungi UMKM dan industri dalam negeri dari ancaman platform e-commerceasing seperti Temu, pemerintah terus mengoptimalkan berbagai upaya. Salah satunya adalah dengan mendorong peningkatan daya saing UMKM melalui berbagai program, seperti pelatihan kewirausahaan, pendampingan bisnis, fasilitasi akses permodalan, dan peningkatan adopsi teknologi digital. Program-program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas UMKM agar mampu bersaing di era digital.
Selain itu, pemerintah terus memperkuat regulasi terkait e-commerce, termasuk aturan mengenai perizinan, perlindungan konsumen, dan perlindungan data pribadi. Pemerintah juga sedang mengkaji kebijakan untuk mengatur algoritma platform e-commerce agar tercipta persaingan yang lebih adil dan mencegah praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Pemerintah juga tidak menutup kemungkinan untuk menerapkan kebijakan bea masuk dan tarif khusus untuk produk impor guna melindungi produk lokal dari serbuan produk asing yang lebih murah. Kebijakan ini perlu diimplementasikan secara hati-hati agar tidak mengganggu arus perdagangan internasional dan mematuhi aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Di sisi lain, pemerintah aktif mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mendukung produk lokal dan memilih platform e-commerce yang terdaftar resmi dan patuh terhadap regulasi. Peningkatan literasi digital juga diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memanfaatkan teknologi digital secara bijak dan bertanggung jawab, termasuk dalam bertransaksi di platform e-commerce.
Keberhasilan pemerintah dalam mengatasi polemik Temu dan melindungi UMKM tidak lepas dari dukungan publik dan kolaborasi berbagai pihak. Masyarakat diharapkan memiliki kesadaran untuk mendukung produk lokal dan memilih platform e-commerce yang patuh terhadap regulasi. Dukungan masyarakat dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, mulai dari membeli produk lokal, menggunakan platform e-commerce lokal, hingga aktif melaporkan platform e-commerceyang diduga melakukan pelanggaran.
Kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, asosiasi industri, dan platform e-commerce sangat penting untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat dan berkelanjutan. Platform e-commercejuga memiliki tanggung jawab untuk mematuhi regulasi, mendukung UMKM, dan berkontribusi pada perekonomian nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan memberikan pendampingan dan pelatihan bagi UMKM, memprioritaskan produk lokal dalam platform, dan menerapkan sistem yang adil bagi semua penjual.
Polemik Temu menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengevaluasi dan memperbaiki tata kelola e-commerce di Indonesia. Pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang lebih komprehensif dan tegas untuk mengatasi berbagai tantangan di sektor e-commerce, termasuk ancaman dari platform asing, perlindungan konsumen, perlindungan data pribadi, dan persaingan usaha yang sehat. Kebijakan yang dibuat hendaknya tidak hanya berfokus pada penindakan, tetapi juga pada upaya pencegahan dan pembinaan.
Pemerintah juga perlu meningkatkan koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, asosiasi industri, dan platform e-commerce, untuk menciptakan sinergi dalam pengembangan dan pengawasan e-commercedi Indonesia.
Diharapkan, dengan adanya regulasi yang tegas, pengawasan yang ketat, dan dukungan dari semua pihak, e-commerce di Indonesia dapat tumbuh secara sehat dan berkelanjutan, serta memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh masyarakat. E-commercediharapkan dapat menjadi motor penggerak perekonomian nasional, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun, perlu diingat bahwa e-commerce hanyalah salah satu instrumen dalam perekonomian. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, diperlukan upaya komprehensif dari berbagai sektor, termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, pengembangan infrastruktur, dan peningkatan iklim investasi. (badri/fine)