Connect with us

RaksasaBisnis

Akibat Pajak, Investor Pusat Data Lebih Pilih Malaysia Ketimbang Indonesia

Published

on

Rifinet.com, Jakarta– Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam menarik investasi pusat data (data center) di tengah persaingan sengit dengan negara-negara tetangga, khususnya Malaysia. Negeri Jiran tersebut telah sukses memikat raksasa teknologi global untuk membangun pusat data regional mereka di sana, sementara Indonesia masih berjuang untuk mengejar ketertinggalan.

Gelombang investasi pusat data di Malaysia didorong oleh sejumlah faktor, termasuk kebijakan pemerintah yang pro-investasi, harga listrik yang kompetitif, dan ketersediaan infrastruktur pendukung. Sebagai contoh, tarif listrik di Johor, Malaysia, hanya 8 sen per kWh, jauh lebih rendah dibandingkan tarif industri di Indonesia. Selain itu, Malaysia juga menawarkan pembebasan pajak untuk barang modal seperti CPU dan GPU yang merupakan komponen penting dalam pembangunan pusat data.

Kondisi ini membuat Malaysia menjadi surga bagi para investor. Oracle, perusahaan cloud asal Amerika Serikat, telah mengumumkan rencana investasi lebih dari US$6,5 miliar (sekitar Rp98 triliun) untuk membangun cloud regional publik pertamanya di Malaysia. Google juga tidak mau ketinggalan, dengan menggelontorkan dana sebesar US$2 miliar (Rp32 triliun) untuk membangun pusat data dan wilayah cloud pertamanya di negara tersebut.

Amazon Web Services (AWS), penyedia layanan cloud terbesar di dunia, bahkan telah menginvestasikan dana sebesar 29,2 miliar ringgit (Rp102 triliun) di Malaysia. Investasi ini merupakan yang terbesar dari perusahaan teknologi global di Malaysia dan mencakup pembangunan pusat data fisik, pembukaan lapangan kerja, serta kerja sama dengan pemerintah Malaysia untuk mempercepat adopsi cloud di sektor publik.

Tidak hanya perusahaan-perusahaan asal Amerika Serikat, ByteDance, induk perusahaan TikTok yang berasal dari China, juga berencana menanamkan modal sebesar US$2,13 miliar (Rp34,7 triliun) untuk membangun pusat kecerdasan buatan (AI) di Malaysia. Microsoft pun turut meramaikan persaingan dengan komitmen investasi sebesar US$2,2 miliar selama empat tahun ke depan untuk mendukung transformasi digital Malaysia, termasuk membangun infrastruktur cloud dan AI.

Advertisement

Di sisi lain, investasi pusat data di Indonesia masih tertinggal jauh. Meskipun Microsoft juga mengumumkan rencana investasi untuk infrastruktur cloud dan AI di Indonesia, nilainya hanya US$1,7 miliar, lebih rendah dibandingkan investasi mereka di Malaysia.

Menanggapi situasi ini, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengakui bahwa Indonesia harus bekerja keras untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara tetangga. Pemerintah saat ini sedang menyusun revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Revisi ini bertujuan untuk menyederhanakan aturan kewajiban penempatan data di Indonesia agar lebih menarik bagi investor.

“Kita harus competedong. Kan kita berkompetisi dengan negara lain soal hal-hal seperti listrik, terus mereka bebas pajak barang modal CPU dan GPU-nya,” ujar Budi.

Selain merevisi regulasi, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis lainnya untuk meningkatkan daya saing dalam menarik investasi pusat data. Beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan antara lain:

  • Menawarkan insentif fiskal yang kompetitif: Pemerintah dapat memberikan insentif pajak penghasilan, pengurangan pajak bumi dan bangunan, serta keringanan bea masuk untuk peralatan dan komponen pusat data. Insentif ini akan membantu mengurangi beban biaya bagi investor.
  • Meningkatkan ketersediaan dan keandalan infrastruktur pendukung: Ketersediaan pasokan listrik yang andal dan terjangkau merupakan faktor krusial bagi operasional pusat data. Pemerintah perlu memastikan pasokan listrik yang stabil dan mengembangkan sumber energi terbarukan untuk mendukung pertumbuhan pusat data. Selain itu, konektivitas internet berkecepatan tinggi juga perlu ditingkatkan untuk memastikan kelancaran transfer data.
  • Mengembangkan tenaga kerja terampil: Industri pusat data membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keahlian khusus di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Pemerintah perlu menyiapkan program pelatihan dan pendidikan vokasi untuk menciptakan tenaga kerja yang kompeten di bidang operasional dan pemeliharaan pusat data.
  • Memperkuat keamanan siber: Keamanan data merupakan aspek penting dalam operasional pusat data. Pemerintah perlu memperkuat sistem keamanan siber nasional dan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan untuk mencegah serangan siber dan melindungi data sensitif.
  • Mempromosikan Indonesia sebagai tujuan investasi: Pemerintah perlu melakukan kampanye promosi yang efektif untuk menyoroti potensi dan keunggulan Indonesia sebagai lokasi investasi pusat data. Promosi ini dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti pameran internasional, media sosial, dan website.

Meskipun menghadapi tantangan yang cukup besar, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pemain utama di pasar pusat data Asia Tenggara. Pertumbuhan ekonomi digital yang pesat, tingkat penetrasi internet yang tinggi, dan populasi yang besar merupakan faktor pendorong permintaan pusat data di Indonesia.

Data dari Statista menunjukkan bahwa pendapatan pasar pusat data di Indonesia diperkirakan akan mencapai US$3,41 miliar pada tahun 2027. Angka ini menunjukkan peluang besar bagi investor untuk mengembangkan bisnis pusat data di Indonesia.

Advertisement

Dengan mengambil langkah-langkah strategis yang tepat, Indonesia dapat mengatasi tantangan yang ada dan memanfaatkan potensi pasar pusat data yang menjanjikan. Regulasi yang kondusif, infrastruktur yang memadai, dan tenaga kerja yang terampil akan menjadi kunci keberhasilan Indonesia dalam menarik investasi pusat data dan mendorong pertumbuhan ekonomi digital. (nova/fine)